Satu-satunya di Hidupmu

"Tolong, ku mohon, jangan sakiti anakku!" Wanita berambut panjang itu tampak memohon dengan wajah memelas. Wajah yang menuntut dikasihani. Aku ingin menangis melihatnya, tapi, apa daya, aku tak bisa berbuat apapun untuk menolongnya.

"Kau boleh menyiksaku tapi kumohon, jangan sentuh anakku."

"Oh, tak perlu kau minta pun aku akan melakukannya. Aku akan menyiksamu, tapi setelah aku membereskan bocah jalang ini."

Dalam sekali tebas, pisau daging ini berhasil memotong urat nadi leher anak ini. Aku memandangnya tanpa ekspresi. Lalu, tubuh mungil itupun tergeletak di lantai.

Aroma ini... menyenangkan.

Wanita itu memandang ke arah anaknya yang kini sudah tak bernyawa. Terkejut menguasai dirinya. Sedetik setelah itu, dia menangis meraung-raung.

"Kau gadis gila!"

"Aku tahu. Dan akan kulengkapi kegilaan ini dengan menghabisimu." Senyum melengkung di bibir. Langkah terayun menuju wanita yang tengah menangis tak berdaya itu. Pisau daging yang telah dipakai untuk membunuh bocah jalang itu kini telah di tangan.

Tanpa basa-basi kali ini, pisaupun terayun dan wanita itu langsung mati.

Aku lega.

Aku sudah membereskan dua orang ini kurang dari dua jam dan rasanya begitu melegakan. Aku tersenyum. Pisau daging itu kucabut dari dada wanita ini dan kujilat darahnya.

Ponselku berdering.

"Halo, Sayang, istrimu sudah kubereskan. Jadi, kau tinggal menuruti permintaanku untuk menjadikanku satu-satunya di hatimu ... juga di hidupmu."

Terdengar suara ponsel terbanting.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Komentar

What's most