Potret

Di dalam foto itu, ia tampak begitu bahagia. Senyum manis itu melengkung begitu sempurna di bibir tipisnya. Manis, tapi hal itu membuat hatiku semakin teriris.

Gadis itu sempat menghiasi mimpi-mimpiku. Ia sempat membuatku mencibir oksigen dengan menjadikan ia satu-satunya yang kuhirup untuk mengisi rongga paru-paruku. Ia--dengan pesonanya--mampu membuatku jatuh dan terus jatuh dalam cinta yang sama. Ia mampu membuatku mencintainya. Dan dengan berani, aku menggantungkan harapanku padanya.

Dulu ...

Ah, iya, peristiwa itu sudah lama berlalu. Sejak ia berkata bahwa hubungan ini harus berakhir saat aku dalam kondisi sangat mencintainya.

Ah, masa lalu selalu menentramkan hatiku, juga bisa menikamnya secepat detik berlalu.

Aku melihat sekali potretnya di sana. Senyumnya, alisnya, rahangnya, dan ... kebaya putih yang dikenakannya. Sungguh, dadaku bergemuruh. Tidakkah gadis itu tahu bahwa dia mengirimkan ini saat hatiku benar-benar rapuh?

Aku menangis. Air mata yang entah keberapa sejak ia tinggal pergi dua tahun lamanya. Dan kini, ia datang mengirimkan ini. Potretnya--dan pria itu-- di atas sebuah undangan.

Dia akan akan menikah minggu depan.

Dengan pria lain, yang akan dia jadikan alasan kebahagiaan.

Tanpa peduli bahwa duniaku makin berantakan.

Flash Fiction ini ditulis untuk
mengikuti program #FF2in1 dari
nulisbuku.com di Facebook dan
Twitter @nulisbuku

Komentar

What's most