Untuk Masa Lalu

Disamping kantin sekolah, saat teman-temanku masih menyiapkan kejutan untuk teman yang ulang tahun. Kamu seperti biasa, dengan tatap sendu paling mempesona, dan senyuman tipis paling tulus. Dua hal yang selalu membuatku jatuh cinta berulang kali padamu. Kamu duduk tenang diantara emperan kursi, sementara aku duduk diseberangmu dan menahan hati agar tidak meledak meluap rindu. Basa-basi biasa, senyum seadanya, dan segala hal yang pernah membuatku gila dulu saat sedang dalam-dalamnya mencintaimu. Ah, galau lagi, 'kan.

Aku sejujurnya, masih belum terbiasa. Kenangan kita yang sempat indah dan mimpiku yang belum menjadi nyata membuatku seolah tak punya alasan logis untuk mengusirmu dari hati dan pikiranku. Aku terlalu nyaman hidup dalam khayalan, yang dulu pernah menjadi satu hal manis dalam hidupku. Aku kelewat nyaman, terlena pada kedekatan kita dan tak ingat bahwa kita tak ada status apa-apa. Aku mulai merajut mimpi yang terbentuk sejak aku mulai mencintai, mulai meniti kita yang mungkin akan jadi satu dalam sekian waktu. Ah, sayang. Mungkin aku memang gadis bodoh penuh harapan.

Aku tidak berani untuk bangun dari tidur, lalu beranjak dan mulai menatap kenyataan. Aku justru terlambat sadar saat mimpi sudah mulai muak dengan kehadiranku, dan menghempaskanku dengan brutalnya kearah kenyataan. Memaksaku untuk melihat dan menerima, bahwa kata kita sesungguhnya tidak pernah ada.

Aku selalu benci. Saat teman-temanku membicarakanmu, mengatakan tentangmu, dan mengagumimu sebagai pria yang paling hebat karena pernah membuatku terpuruk selama itu. Hei, aku geli sendiri waktu mengetik mengagumi. Mereka sering menyalahkanku, dan membodoh-bodohiku. Jika sudah seperti itu aku hanya menghela napas, karena ini memang sepenuhnya kesalahanku.

Sayang, dulu kau pernah bilang bahwa kau benci masa lalu. Ah, jangankan jadi masa lalumu, jadi bagian secuil saja rasanya mustahil. Rasanya mana mungkin aku bisa mendapat sedikit anggapan bahwa aku adalah salah seorang yang pernah hinggap dalam kehidupanmu? Sayang, bagiamana kau bisa semudah itu untuk melakukannya, sementara aku selalu gagal ketika hanya baru mencoba?

Kamu selalu membuatku dirajai oleh rasa takut tanpa sebab yang memaksaku untuk terus mencintai kamu. Bahkan disaat aku dan kamu sudah jadi hal abu-abu.

Hari ini, ketika pusing kepala yang menyerangku sejak tadi belum benar-benar hilang, dan badan yang terasa remuk entah karena sebab apa, susunan paragraf ini tertulis lagi. Sungguh, ini tidak sengaja. Aku tidak sengaja memikirkanmu lalu menulis ini. Sumpah, deh. Percaya sama aku, dulu kan aku udah janji nggak akan galauin kamu lagi!

Untuk seseorang,
yang sering bilang bahwa
ia benci masa lalu.

Komentar

What's most