Sejurus Menjadi Dewasa; untuk R dan Kembang Api Miliknya


It’s a shame that it had to be this way, it’s not enough to say I’m sorry. ­­– Goodbye, Secondhand Serenade

--- 

            Untuk R, yang berulang tahun hari ini.

            Pertama-tama, yang ingin aku ucapkan adalah selamat ulang tahun. Selamat hadir di usia tujuh belas ini, selamat menapaki langkah baru yang tak lagi menjadi remaja labil yang kesulitan menentukan pilihan, selamat menjadi dewasa, juga selamat melupakan aku.

            Di usia tujuh belas ini, kau sejurus menjadi dewasa. Kau akan mulai mengagendakan masa depanmu, kehidupan di duniamu yang baru, dan langkah-langkah yang akan mulai kau tapaki sendiri. Kau akan berjalan dan meninggalkan aku di belakang, sebagaimana seharusnya.

            Sejujurnya, aku tak ingin mengirimkan surat ini karena aku tahu kehadiranku—dalam bentuk apapun—hanya akan menyakitimu lebih banyak lagi. Tapi, aku merasa aku perlu memberikan satu hadiah. Hal yang hanya bisa kaudapatkan dariku. Aku merasa bahwa satu-satunya cara untuk menutup cerita ini adalah dengan cara tidak memulainya lagi. Jadilah, aku menulis surat ini. Anggap saja sebagai persembahan terakhir untuk kisah-kisah kita yang sudah selesai dan judul baru yang menanti kita tanpa kehadiran satu sama lain.      

            Aku tidak akan menceritakan apapun. Karena, akan terlalu banyak luka yang menyertai setiap katanya dan aku sudah lebih dari sering menyakitimu. Aku tidak ingin terus menerus melakukannya bahkan setelah memutuskan pergi. Maaf, karena aku telah egois dan hanya memikirkan perasaanku sendiri. Karena, aku telah menyimpannya begitu lama dan bom waktu ini mengset waktunya sendiri. Aku hanya takut ketika itu meledak, ledakannya akan semakin dahsyat dan tak hanya menyakitiku, tapi juga menyakitimu, dan lebih banyak orang lainnya.

            Maaf, R, maaf karena aku telah menyia-nyiakan hidupmu untuk mencintaiku yang tidak pantas dicintai ini. Aku telah menjadikanmu menggenggam kembang api tanpa mengizinkanmu melepaskannya. Membiarkan telingamu kesakitan karena ledakannya yang terlampau nyaring dan tanganmu yang melepuh karena panasnya. Maaf karena telah menjadikanmu tokoh utama pada cerita yang tak mampu aku selesaikan. Maaf karena aku menyerah duluan.

            Ada begitu banyak persimpangan yang aku lewati seperti itu pula aku merasakan banyak luka. Aku sempat mengira bahwa kau  tak hanya menjadi simpanganku, melainkan tujuan. Aku menjalaninya, membiasakannya, membuka hati, dan berusaha membiarkan diri untuk mencintaimu. Tapi, persimpangan-persimpangan itu ternyata memberiku terlalu banyak pelajaran. Lebih buruk dari itu, hatiku ternyata belum mampu terbuka lagi. Aku pernah membuang kuncinya dan melupakan tempat aku membuangnya.

            Kenapa aku minta berhenti? Karena aku tidak ingin menyakitimu lagi. Aku tidak ingin terus-terusan membuatmu kesakitan dan aku hanya bisa terdiam, menatapmu, dan tidak memberimu penjelasan apa-apa. Tanpa menceritakan padamu bahwa hatiku menangis jauh lebih keras dan hatiku jauh lebih sesak. Bahwa ketika meyakitimu, alih-alih bahagia, aku hanya menyakiti diriku sendiri. Aku tak pernah senang menyakiti siapapun. Apalagi kau.

            Maaf, R, maaf karena aku gagal membuatmu bahagia. Maaf karena aku tidak ikut memerjuangkan jarak yang terlampau jauh ini. Maaf karena membiarkanmu berusaha sendirian dan hatiku masih membatu, bahkan sekalipun aku telah berusaha untuk menghancurkannya sendiri. Maaf, R, karena telah menjadikan hari-harimu berlangsung tidak menyenangkan. Maaf karena telah mengganggu hidupmu. Maaf karena aku membuatmu jatuh cinta tanpa mempertanggung jawabkannya.

            Aku pamit undur diri atas segala rasa yang pernah tercipta di antara kita. Anggap saja aku bajingan yang tidak pantas kau kenang. Bunuh aku di otakmu. Jadikan aku debu yang melewati hidupmu, menganggumu, dan harus segera kau lupakan. Maaf karena membuat hidupmu kotor. Tapi, Si Debu ini bahagia mengenalmu. Si Debu ini bahagia pernah dicintaimu. Walau yang dilakukannya tak lebih daripada memberimu lebih banyak luka.

            Aku juga sama sepertimu, ingin agar sesuatu yang kita mulai dengan indah bisa berakhir dengan indah. Aku juga tak ingin kita tak menjadi orang asing. Tapi, aku lelah. Aku tidak ingin menjadi orang yang bisa bersikap biasa, seolah kita baik-baik saja, setelah aku menghancurkan bahagia yang seharusnya bisa kita pertahankan lebih lama.

            Kau orang yang tepat untuk semua orang, tapi aku bukan orang yang tepat untukmu. Kita hanya kebetulan bertemu di persimpangan, di waktu yang seimbang, sebelum akhirnya kita akan melanjutkan perjalan ke tujuan sendiri-sendiri. Kelak, jika kita bertemu di masa depan—tidak untuk sekarang karena aku belum mampu—berjanjilah untuk berbagi cerita, tentang hidupmu, tentang kebahagiaanmu, atau tentang apa saja sembari menyesap kopi. Dan kita akan menertawakan semuanya. Tanpa air mata maupun pura-pura. Karena saat itu, kita berdua, telah sama-sama bahagia di jalan yang kita pilih tanpa kehadiran satu sama lain. Aku yakin saat itu semua akan lebih baik. Hati maupun hidup kita, sama-sama sudah tertata.

            Saat ini, aku hanya ingin kau terus bahagia. Aku ingin kau terus melanjutkan hidupmu, menata masa depanmu, agar kelak aku bisa menepati janjiku agar kita bisa bertemu di masa depan, sebagai teman lama yang tak sabar ingin berbagi cerita.

            Jadi, kali ini aku akan memberikanmu satu buah kembang api. Aku akan membiarkanmu menyelakannya dan melepasnya. Lalu, akan kau rekatkan seluruh luka itu, seluruh kenangan yang pernah kita ciptakan pada sumbunya, membiarkan mereka lepas landas, mendatangi langit, dan hancur berkeping-keping lalu jatuh di antara awan. Kau bisa bahagia. Seperti kembang api yang lepas landas, seperti kau yang sejurus menjadi dewasa.

            Berjanjilah, kau akan lebih berbahagia.

            Selamat ulang tahun, R. Terima kasih karena pernah hadir dan mengisi sela hidupku yang kosong.

            Jatuh cintalah lagi. Pada hidupmu yang baru, pada hidupmu yang tanpa aku, dan pada orang baru yang akan segera hadir mengisi hidupmu.

            Tujuh belas ini akan menjadi tujuh belas terindah yang pernah Tuhan berikan padamu. Kau akan mensyukurinya sebagaimana kau akan mensyukuri perpisahan ini dan tak menjadikannya beban, melainkan membawa dirimu pada satu hal indah yang disebut;

            Keikhlasan.

--- 


Cause everything we’ve been through, it’s everything about you. – Goodbye, Secondhand Serenade

Komentar

What's most