Mencintaimu ... Orang Baru
Aku menyesal tak pernah memandang matamu lama. Ah, pernah
sekali waktu itu. Saat kita menghabiskan malam minggu di kedai mie. Aku ingat
tatkala kita saling menatap, mencari-cari jawaban atas pertanyaan
masing-masing. Mencoba meraih apa yang selama ini begitu kudambakan.
Tapi, nyatanya aku tak menemukan apa-apa.
Tak ada cinta di matamu, pun rasa. Matamu memang masih
sebening dan sejernih ketika pertama kali aku jatuh cinta, tapi aku tidak
menemukan luka yang sama, sakit seperti yang kurasa. Bahwa ternyata, hubungan
ini memang hanya milikku saja.
Aku tidak bermaksud lancang, Sayang, tapi aku tak bisa
menahan diriku sendiri untuk tidak jatuh cinta padamu. Kita bertemu,
berkenalan, dan berteman. Sebuah proses yang sangat biasa. Hanya kamu berhasil
membawaku setelah aku terpuruk dalam cinta yang lalu. Kamu membantu meremedial
semua kesalahan yang aku lakukan di masa lalu. Kamu membawaku bangkit, meraihku
untuk turut terbang, tapi nyatanya kamu juga sangat ahli menghempaskan. Aku
tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi aku mencintaimu. Sekalipun kamu tak
menyadarinya barang sedikitpun, meski kamu tak akan memahaminya. Aku begitu
mencintaimu, meskipun kamu tidak.
Bagimu, kita teman. Aku tahu benar betapa status itu membuat
harapanku tertutup portal besi yang tegas menghalangi. Bagimu, kita teman. Dan
aku mengerti pasti jika bahagia yang aku cari mungkin saja tak ada padamu. Aku
hanya berharap banyak, dan kamu tidak.
Aku kehabisan cara untuk menjelaskan padamu bagaimana
rasa ini mulai tumbuh di dadaku. Saat kita berkumpul, saat kita bertukar
cerita, aku sudah mencintaimu. Tak perlu kujelaskan bagaimana bisa karena
akupun tidak mengerti—sama sekali. Aku tidak tahu mengapa aku menjatuhkan hati
padamu. Aku tak paham betapa kamu mulai menghiasi hari-hariku—dan kutemukan
sepi saat tak ada kamu. Seolah semesta berkonspirasi untuk menjadikan semua
alasan tak akan jadi jawaban oleh karena yang kau tanyakan oleh mengapa. Seolah
dunia telah rela menghentikan segala rotasi untuk membuatku semakin tak
mengerti. Seolah dedaunan menahan dirinya untuk berfotosintesis guna
menghasilkan oksigen, dan membuatku memilihmu sebagai pengganti udara, zat yang
kuizinkan untuk mengisi setiap rongga. Dan seolah Tuhan telah memilih sekarang
sebagai takdir, bahwa aku akan bertemu untuk jatuh cinta padamu.
Tak mengapa.
Asal jika kelak nanti kau paham, jangan tanya aku mengapa
aku mencintaimu. Karena bahkan akupun tidak tahu.
Aku tidak tahu.
Komentar
Posting Komentar