[Surat Cinta #6] Dariku untuk Hafid dan Yewe
“Lha wegah nemen,
si, karo Yewe. Seandainya aku terlahir sebagai homo-pun, aku orak bakal seneng
karo Yewe.” Hafid, 15 y.o. Single, hater Desy.
“Kere nemen, Coeg,
karo Hafid.” Yewe a.s Yahya Wildan. 15 y.o. Senpai hentai nomor 1.
Halo, sahabat kaum Soddom kesayanganku!
Sebenarnya, aku juga tidak tahu kenapa aku tiba-tiba
ingin menulis surat ke-enam ini untuk kalian. Tapi, rasanya
kisah-sedih-homosapien-kalian terlalu menyenanangkan jika tidak diabadikan
dalam sebuah kisah penuh. Penuh ... pelangi.
Oke, sebelum aku dibully
lebih jauh, aku akan memulai ceritanya dari sini. Kita belum terlalu lama
dekat, ‘kan? Baru sekitar dua hari. Ok, yang barusan bohong. Sudah hampir satu
tahun, tapi aku merasa seperti sudah mengenal kalian selama seumur hidup. Aku
lupa bagaimana pertama kalinya kita dekat, sungguh. Semuanya seperti terjadi
begitu saja, natural dan apa adanya. Tanpa efek kamera tiga ratus enam puluh.
Yaa, mungkin karena aku dan Bene dengan kalian memiliki kesamaan nasib? Iya,
nasib buruk dan nasib hina sebagai kaum dengan kasta terendah di kelas. Kaum
paling mudah dijudge dan dibully. Kaum yang homosapien—yang ini
khusus kalian. Aku yang dianggap sok, Bene yang dianggap ‘berbeda’ dan segala
cap buruk lainnya, Hafid yang tidak bisa olahraga dan tidak seperti pria di
kelas lainnya, dan Yewe yang ‘sok kaya’. Untuk julukan Yewe, aku ngakak maha dahsyat karena tampang
melarat seperti Yewe tak cocok mendapat julukan semacam itu. Kalau homo mungkin
jauh lebih pas.
Kita—aku, Bene,
dan kalian—jadi tak terpisahkan sejak pemotretan untuk book year. Dan jadi seperti keluarga
sejak pertama kali kalian ke rumahku, menghabiskan mie instan atau mie cup
banyak-banyak dicampur boncabe. Kemudian terbentuklah Gomes yang tak ingin kujelaskan kepanjangannya karena akan merusak
pencitraan blog pribadiku ini. Saat itu kita juga bersama Alfina dan
Azhari. Banyak hal yang kita lewati
bersama selama tahun terakhir di sekolah putih biru. Dari satu kelompok
praktikum IPA, dijudge oleh mereka
bersama, jalan-jalan bersama, menjudge
guru mesum, makan mie bersama, perang bantal di kamarku, sampai nonton anime
bersama.
Dan aku senang menghabiskan tahun terakhirku di SMP yang
penuh drama bersama kalian.
Ada yang mau konflik? Oke.
Konflik yang indah dan mulia dimulai semenjak kita dijudge. Kemudian, harus terpaksa ikhlas
kehilangan salah seorang sahabat yang ingin mengejar kebahagiaannya sendiri
tanpa perlu kita untuk terlibat di dalamnya. Tidak masalah, ‘kan? Tingkat
persahabatan paling tinggi adalah ketika kita mengikhlaskan sahabat kita pergi
untuk mengejar apa yang ingin diraihnya sambil tetap terus mendoakannya. Walau
berat, akhirnya kita berhasil melewati itu.
Lalu, individu dari kita yang merasa tak nyaman dengan
satu sama lain walau tak menyadarinya. Aku bersyukur kita berhasil melewati
itu. Hingga terbentuklah kita yang sekarang, yang aku berharap akan terus
bersama dan saling melindungi.
Bicara soal kalian, tentu tak akan jauh-jauh dari perihal
gosip Yewe yang menyukai Hafid. Aku yakin kalian sudah mulai mengumpatiku
pelan-pelan di dalam hati kalian, dan sekarang sedang tersenyum sok manis.
Jadi, aku sebenarnya masih penasaran bagaimana kelanjutan hubungan kalian.
Akankah mau dibawa lebih jauh, atau cukup bertahan pada status teman.
Nanti kalau sudah masuk sekolah jangan bully aku, ya!
Jadi, kita satu sekolah lagi, ya? Jadi aku akan kembali
menjalani kehidupan monoton bersama mahluk-mahluk aneh semacam kalian? Ya, ya,
ya ... aku tak bohong bahwa aku senang.
Seharusnya, paragraf ini menjadi paragraf penutup. Karena
aku sama sekali tidak berminat menceritakan semua keseruan kita jika berkumpul.
Eh, seru atau drama, ya? Persetan. Yang jelas, akhir dari surat ini aku ingin
bilang terima kasih sudah mau menjadi temanku. Walau seharusnya kalian yang
berterima kasih karena aku mau berteman dengan orang semacam kalian. Aku
senang, benar-benar senang bisa menjalin kisah persahabatan ini bersama kalian
dan Bene. Aku sayang kalian banget!
Terima kasih atas semua tawa yang kalian beri walau baru
sebentar kita berteman. Walau homo, kalian menyenangkan!
Ngomong-ngomong, kita belum pernah selfie pakai mata ikan.
Komentar
Posting Komentar