Sesungguhnya, Aku Ingin Pergi

Entah sudah beberapa minggu, dan aku begitu bersyukur masih bisa bertahan hidup tanpa kamu. Kamu yang sempat datang mengetuk pintu lalu pergi tanpa salam perpisahan. Sayang, walau aku sadar segalanya tak lagi sama, salahkah aku sedikit mengingatmu, untuk bahan tulisan ini?

Malam ini, setelah aku membaca beberapa rentetan paragraf karya seseorang, tiba-tiba saja air mataku mengalir dan tak dapat kutahan. Kala otakku tiba-tiba memutar memori tentang seseorang yang ingatan tentangnya selalu terpateri dengan indah disana. Kamu.

Segala tentangmu masih dapat kuingat dengan baik. Tersimpan rapi di otak. Dan sampai sekarang masih belum sanggup kukumpulkan untuk kubuang ke tempat sampah.
Mungkin, segalanya memang terlalu indah jika di akhiri secepat ini. Aku tahu kamu tidak mencintaiku tapi aku tak ingin tahu tentang kenyataan itu.

Kadang, saat malam-malam sedingin dan sesepi ini, air mataku menetes begitu saja. Mengingat bagaimana kita dulu pernah sama-sama, dekat, walau kusadar kita tak pernah bersatu.
Bahkan aku masih ingat awal perkenalan kita dulu yang kisahnya kuabadikan dalam salah satu tulisanku. Waktu itu yang kutahu adalah cinta itu sakit, lalu kepergianmu membuktikan bahwa rasa sakit itu memang nyata.

Aku begitu takut untuk sekadar membuka mata dan melihat kenyataan. Aku takut merasakan sakit itu lagi, ketika aku dihempaskan kedalam kenyataan ketika masih sibuk menikmati impian. Aku selalu takut melihat keadaan yang kini tak lagi sama. Aku takut melihatmu yang kini sudah mulai berpeluk pada orang lain lagi.

Sejujurnya, aku sudah mencari kesibukan agar aku tidak mengingatmu lagi, tapi ketika segalanya usai, wajah sendu dan senyum manismu selalu muncul kembali dan menguras seluruh isi otak.

Masih kusimpan dengan jelas rekaman ucapan-ucapan manismu yang pernah tiap hari kau berikan untukku. Aku tidak tahu kalau setelah itu ucapan manis itu kau berikan pada puluhan wanita lain yang menunggumu dengan senyuman.

Sejujurnya, saat ini hatiku masih ada dalam genggamanmu. Entah bagaimana aku akan mengambilnya lagi. Aku tak berani memikirkan untuk mengambilnya dan memberikan untuk orang lain. Aku hanya bisa berdoa agar hati itu tetap baik-baik saja walaupun segala lukanya masih belum benar-benar sembuh.

Sejujurnya aku sudah benar-benar lelah pada kenyataan yang menjauhkanku darimu. Sungguh, walaupun kau memang bajingan sekalipun, saat ini aku masih sangat merindukanmu. Kamu tidak tahu. Yang kamu tahu hanya meloncat dari satu wanita ke wanita lain, tanpa memikirkan betapa hancurnya hati wanita yang kau tinggalkan. Kamu begitu lihai pergi dan datang tanpa memikirkan perasaan. Kamu begitu cerdas berakting, bercerita, dan kamu mendapatkan hatinya.

Sebenarnya, aku sudah tidak tahu harus menulis apalagi tentangmu. Segalanya begitu abadi dalam ingatanku, segalanya begitu sulit kuusir dari hatiku. Luka ini masih benar-benar basah tanpa tahu bagaimana caranya lekas kering lalu sembuh. Ini tak semudah dan sebiasa yang kau kira, rasa sakit yang menyerangku tiap saat ini selalu melumpuhkan segala kekuatanku untuk pergi darimu. Walau aku sudah berjalan untuk pergi, rindu ini masih abadi, dan terus mencari-cari.

Aku tidak butuh penjelasan. Apalagi alasan. Yang aku mau hanya tuntunan agar aku dapat berjalan normal, bukan tertatih-tatih seperti ini.
Aku tak sanggup untuk sekadar berdiri tegak sendiri.

Meski kau bosan sekalipun, aku masih tetap ingin mengatakannya. Rindu ini masih benar-benar ada dan abadi tanpa kau sentuh sama sekali. Tapi, yang bisa kulakukan hanya diam dan membiarkan waktu akan menghapus segalanya.
Saat ini aku memilih pergi. Aku sudah selelah ini jika disuruh bertahan untuk berjuang lagi. ;')

Dari seseorang, yang kelelahan berjalan sendirian.

Komentar

What's most