Salahkah Jika Aku Menyalahkan Jarak?

Jarak sejauh ini tak mampu membuat
kita berbuat dan bergerak lebih banyak. Seakan-akan aku dan kamu tak punya ruang untuk saling bersentuhan juga saling menatap. Rasanya menyakitkan jika keterbatasanku dan keterbatasanmu menjadi penyebab kita tak banyak tahu dan tak banyak bertemu. Setiap hari, kita menahan rindu yang semakin menggebu dan tak mereda. Inikah cara cinta menyiksa? Melalui jarak ratusan kilometer?

Kita hanya dihibur oleh tulisan dan suara. Setiap saat, ketakutan akan kehilangan sosok kamu selalu hadir dan menghampiriku. Ketakutan jika kamu menyeleweng selalu membayang di benakku. Salahkah jarak ini membuatku terlalu posesif akan kamu?

Kita hanya bisa merengkuh dengan doa, memeluk dengan hati, berpeluk dalam tulisan. Setiap saat aku merindukanmu, merindukan saat kita dekat tanpa batasan jarak sejauh ini. Saat-saat dimana kita masih bisa merangkul saling menguatkan. Saat tatap teduhmu menjadi payung dalam setiap hujanku.
Segala kenangan-kenangan sewaktu kita dekat terasa bertumpuk tapi makin menjauh. Berbisik untuk pergi. Dan hadirmu hanya tinggal puing-puing disisi. Yang ada dalam pelukanku hanya bayanganmu. Bayangan yang menguatkanku.

Sewaktu kamu berkata akan pergi, sekuat mungkin aku mencoba ikhlas untuk mencoba menjalani long distance relationship dengan ketakutan-ketakutan yang menggerayangiku. Mungkin disana, kamu akan menemukan wanita yang lebih segalanya dariku. Lebih dewasa dan mungkin dapat lebih mencintai kamu. Aku takut. Sungguh segalanya karena aku mencintai kamu.
Sekolah baru dan kegiatan barumu mungkin dapat membuatmu melupakanku, dapat membuat terlena hingga tak ingat di kota asalmu ini ada seseorang yang terus menunggu kepulanganmu.

Kamu selalu menyuruhku percaya. Menyuruhku yakin kalau segalanga sudah cukup kuat. Selagi kita masih memperjuangkan cinta yang sama jarak sejauh apapun takkan menjadi halangan kita.
Maaf. Awalnya juga kupikir begitu. Awalnya kukira kepercayaan saja cukup. Tetap lelaki tetap saja lelaki, mudah terbuai pada segalanya yang menarik.

Tiap saat aku bermunajat pada Tuhan, namamu tak pernah absen kusebut dalam doa. Sambil berurai air mata menahan segala rindu yang menggebu-gebu.
Semoga Tuhan menjagamu, menjaga hatiku yang kutitipkan padamu.
Semoga kamu selalu baik-baik saja.
Aku? Tak apa. Aku cukup kuat untuk menghapus air mataku sendiri.

Dari seseorang yang kebingungan
Jika rindu ini menyiksa
Harus mengalahkan siapa

Komentar

What's most