Terlalu Banyak Ketakutan

Aku memutus sambungan telepon tanpa mengucapkan salam penutup. Walau sejujurnya aku ingin berbicara banyak hal, aku harus mengerti bahwa kamu punya kesibukan lain yang harus kauusaikan. Aku menangis lagi, menjatuhkan air mata yang sampai kapanpun takkan pernah kaupahami. Terlalu banyak ketakutan, Sayang. Tidakkah kau paham?

Aku takut, ketika kamu tiba-tiba menghilang saat kita berdua sedang asik-asiknya bercanda di ruang chatting. Aku takut kamu menemukan teman chat lain, yang jauh lebih menyenangkan daripada aku. Ketahuilah, bahwa aku sangat takut kehilangan kamu.

Aku takut, ketika kamu berhari-hari mendiamkanku tanpa memberiku kabar atau sekadar sapaan. Aku takut kamu terlalu hanyut dalam dunia tanpa ada aku di dalamnya.

Aku takut, ketika kamu terlalu mencintai gamemu hingga melupakanku. Aku tahu, ngegame adalah hobi yang tak akan bisa kaulepaskan, tapi tak bisakah kau luangkan beberapa saat saja untuk memberiku kabar bahwa di sana kamu sedang dalam keadaan baik?

Aku takut, ketika keegoisanku yang terlalu menuntut ini itu malah membuatmu muak. Jiwamu yang bebas membuatku tak sanggup mengekangnya atau untuk sekadar menjaganya. Padahal, aku hanya ingin tahu kabarmu, aku hanya ingin kamu mengerti bahwa aku sangat merindukanmu, sapaan manjamu di ujung telepon, ungkapan sayangmu di ruang obrolan, dan segala hal yang kini sudah jarang lagi kau lakukan. 

Ingatkah kamu kapan terakhir kita bertelepon ria sampai dini hari?

Ketahuilah, Sayang, sungguh ketahuilah. Ada banyak hal yang kutakutkan dan segalanya begitu menyakitkan. Ada yang merangkak menjamah hati, mengiris nadi, dan mengendap di otak. Segalanya seolah tak bisa kulepaskan sampai membuatku selalu dirundung oleh beragam ketakutan yang tak bisa kujelaskan. Terlebih, jarak yang terlampau jauh membuat suatu keterbatasan tersendiri untuk mata kita bertemu guna saling menatap.

Kesibukanku dan kesibukanmu membuat kita jadi tak punya ruang untuk bertemu dalam suatu dunia dengan hanya kita berdua sebagai penghuninya. Aku hanya mengingatmu, mencintaimu, dan merengkuhmu lewat doa. Segalanya terlalu rumit, hingga aku pasrah dan semua kuserahkan pada Tuhan. SebebasNya akan Ia apakan kita. Jujur, aku tidak tahu apa maksud dan kemauanNya, mengapa ia membuat komunikasi kita berantakan?

Sayang, dengan keresahan dan kegelisahan yang seolah tiada berujung, serta air mata yang mengalir dengan derasnya, aku hanya ingin aku tak luput dari perhatianmu. Aku tak menuntut kau manjakan, tak menuntut kau kayakan dengan kasih sayang atau apapun berembel-embel roman. Aku hanya ingin senantiasa kau beri kabar. Setidaknya aku tahu, aku punya makna di hatimu.

Aku bisa mengerti kesibukanmu, tapi tidak dengan ketidakpedulianmu. Kamu terlalu nyaman mengabaikan, sehingga melupakan bahwa yang diabaikan sedang kesakitan menahan redam. Kamu terlalu terlena, sampai melupakan segalanya.

Sayang, aku hanya tidak ingin kehilangan. Aku terlalu rapuh untuk melepaskan, terlalu lemah jika harus merelakan sekarang. Terlalu cepat.

Dariku yang terlalu takut,
pada segala hal yang menghasilkan perpisahan.

Komentar

What's most