Senyuman Tersedih

            Aku teringat pertemuanku dengan satu perempuan. Seseorang yang kemudian sampai hari ini senyumnya tak mampu kulupakan. Seperti hantu yang membayang di sudut pikir, perempuan itu ada dan tiada. Atau barangkali aku tak pernah benar-benar berusaha membuatnya nyata meski jauh di lubuk hatiku aku ingin menjadikannya lebih dari sekadar mimpi yang teralu kupercayai.

            Aku nyaris percaya bahwa kehadirannya hanyalah ilusi yang kuciptakan sendiri. Aku jatuh cinta padanya, pada senyumannya, pada caranya mengenakan gelangku, pada caranya memainkan topiku, pada caranya merebut jam tanganku, pada caranya membuang semua sisa rokokku, pada caranya menyesap kopi, pada caranya begadang, pada caranya belajar, caranya mengetikkan jari di atas laptop ketika menulis, dan caranya menggenggam tanganku saat aku bilang bahwa aku kedinginan. Aku jatuh cinta pada caranya menguap juga mengagumi keindahannya saat terlelap. Aku jatuh cinta padanya dan menyukai ide untuk bersamanya.

            Hidup adalah tentang menemukan dan kehilangan. Seperti ketika aku menemukan dia dan kehilangan dia pada saat yang sama. Semesta menolak kami, menolak mimpi-mimpi kami, dan menolak hal-hal yang aku kira bisa kuwujudkan bersamanya. Keseimbangan hidup tak berlaku pada manusia berantakan sepertiku. Yang mengira bahwa hidup ini adalah kutukan yang dengan terpaksa harus dijalani. Maka, karena kutukan ini membuat kami tak bisa bersama, aku ingin minta maaf membuatnya mencintaiku namun aku tak bisa memberikannya kebahagiaan seperti yang biasa diberikan cinta. Maaf karena aku adalah seseorang yang punya banyak dosa di masa lalu dan baru bisa membalas dosa itu dengan cara tak bahagia seumur hidup; dan barangkali tak bersamanya adalah konsekuensi yang bisa kuterima.

            Aku teringat pertemuanku dengan satu perempuan; yang akhirnya membuatku bertanya-tanya, bagaimana hidup semestinya berjalan? Perempuan ini membuatku menyadari bahwa selama ini aku hidup karena aku bernapas. Perempuan ini; yang begitu kucintai, menyadarkanku bahwa aku seperti manusia yang dikutuk menjadi katak lantas bersembunyi di balik tempurung.

            Dia seperti putri dari negeri dongeng, sementara aku adalah katak buruk rupa yang takut melihat dunia dan memilih menjalani kehidupan dengan bersembunyi. Katak sombong yang merasa dicintai banyak wanita, lantas menjadikan mereka sebagai sarana untuk hidup; tanpa benar-benar mencintai mereka. Katak yang akhirnya tunduk pada sang putri kerajaan, yang bahkan tak pantas untuk sekadar disentuh oleh putri kerajaan itu.

            Tapi, selayaknya putri negeri dongeng yang baik hati, dia membuka tempurungku dan menjadikanku kembali menjadi manusia. Barangkali aku egois dan tak tahu malu, tapi katak ini kembali hidup setelah menyadari bahwa dirinya mencintai sang putri.

            Aku seperti tayangan sinetron dari negeri India yang memuakkan sementara dia adalah cerita pendek Anton Chekov yang meledak-ledak. Aku adalah DVD dangdut bajakan sementara dia adalah karya seni yang terpajang di Louvree. Aku barangkali terkena penyakit kelamin meski aku berharap tidak, tapi dia adalah gadis manis yang tak akan lupa mencuci tangan sebelum makan meski dia hanya makan puding.

            Ada pepatah pungguk merindukan bulan, barangkali pungguk itu lebih baik daripada aku dan dia lebih menenangkan daripada bulan. Aku memang setidak tahu diri itu berani mencintainya.

            Maka, ketika orang-orang bertanya, “Mengapa kau tinggalkan dia?” sesungguhnya aku tak pernah meninggalkan apa-apa. Hatiku kuletakkan di pelukannya saat dia menangisi kepergianku, tanpa dia menyadari betapa sulitnya hidup tanpa hati. Ketika orang-orang mendesakku dan menyalahkanku atas luka yang kuciptakan di hidup perempuan itu, sesungguhnya aku sudah jauh lebih dulu menyalahkan diriku sendiri karena telah membunuh mimpi untuk memiliki dan membahagiakannya. Aku diam karena aku tahu pasti tak akan ada yang mengerti betapa sulitnya mencintai seseorang yang sampai kapanpun tak akan bisa diraih, walau kalian sama-sama saling mencintai, walau kalian telah melakukan segalanya hanya untuk bersama. Seandainya aku bisa mengatakan pada mereka betapa pedihnya cinta yang kurasakan untuknya, mungkin mereka akan diam dan mulai memaki-maki diri mereka sendiri; mengapa mereka harus memaki gembel yang berusaha jatuh cinta sepertiku.

            Aku hanya terlalu mencintainya dan seringkali rasanya begitu menyakitkan. Melihatnya tersenyum dan begitu bahagia dikelilingi orang-orang yang mencintainya, aku harus menelan keinginan untuk menjadi satu-satunya alasan baginya tersenyum dan bahagia. Terlalu egois memilikinya sendiri, tapi terlalu menyakitkan meninggalkanya. Seandainya Tuhan memberiku lebih banyak pilihan, seandainya Tuhan berbaik hati memberiku kesempatan, dan aku hanya bisa terus berandai-andai.

            Aku teringat lagi pertemuanku dengan satu perempuan. Perempuan dengan senyum yang masih kuingat sampai hari ini dan senyum itu akhirnya kutemukan lagi. Senyum yang hanya bisa kutatap dari jauh seiring pesta pernikahannya yang begitu bising dan memekakan telinga. Senyum yang membuatku ingin bunuh diri. Senyum yang belum bisa aku lupakan.


            Karena pertemuanku dengan perempuan itu adalah satu-satunya hal yang mampu membuatku bertahan hidup saat yang diinginkan dunia ini adalah menemukan mayatku membusuk di sudut gedung tua yang tak lagi terpakai. Pertemuanku dengan perempuan itu adalah alasan mengapa aku terus mencintainya sampai saat ini dan berharap bisa melupakannya, semudah perempuan itu tersenyum kepadaku di hari aku mendatangi pernikahannya.

Komentar

What's most