Cinta

            Matamu laut tempat aku ingin tenggelam selamanya. Aku mau menabrak karang, mati, dan dikubur di sana selamanya. Aku akan menggunakan kerumitan itu menjadi kesederhanaan apa saja yang bisa kuraih dari apa saja. Sebab matamu adalah laut yang menyimpan rahasia. Menyelaminya hanya akan menenggelamkanku. Dan apa-apa tentang laut adalah tentang debur pasir, bau angin, dan tentu senja yang paham tentang arti sementara.

            Bahumu langit. Tempatku ingin meraih apa saja yang kusebut cita-cita. Bahumu juga langit, tempat terjauh tapi juga terdekat yang bisa kuraih. Aku bisa ke mana saja dan jauh dari apa saja, tapi di atasku tetap ada langit. Lantas, mengapa aku tak bisa menggapai langit bahkan sekadar menyentuhnya? Barangkali, ketidakmampuan kita menjangkau langit memang bentuk kesombongan bumi yang tak ingin membagi langit dengan siapapun. Merasa langit adalah milikinya, merasa bumi adalah yang paling mencintainya. Tapi, siapa yang bisa membenci langit? Aku tak bisa, Sayang. Seperti aku tak bisa membenci bahumu yang kusebut rumah, juga tempat yang ingin aku tinggalkan.

            Aku tiba-tiba saja berpikir mengapa aku harus menggunakan banyak perumpamaan hanya untuk mendeskripsikanmu. Aku bukan penyair dan tak berniat menjadi penyair walau aku tahu aku bisa sukses sebagai penulis kartu ucapan saat valentine. Juga, mengapa aku harus menggunakan laut yang tak terbatas dan langit yang tak tergapai. Mengapa aku harus menggunakan metafora benda-benda yang tak bisa kusentuh dengan jemariku sendiri. Penyair macam apa yang tak mengerti apa yang dituliskannya? Tapi, nyatanya aku bisa menulis ini. Barangkali karena sesuatu tentang kamu menang tak akan pernah dimengerti siapapun.

            Mengapa laut dan mengapa langit? Karena mereka tak terbatas. Seperti cinta yang tiba-tiba saja tumbuh di ... di mana, ya? Aku juga tidak tahu benar di mana cinta itu berada. Aku sendiri juga tidak tahu apa ini cinta. Sebab cinta adalah konsep yang absurd. Siapa yang habis memikirkan cinta? Siapa juga yang punya waktu memikirkan cinta. Beberapa dari mereka yang jatuh cinta memilih buta, gila, atau tidak mengakuinya. Manusia mau meneliti soal asal muasal alam semesta, meneliti soal keberadaan dinosaurus, meneliti soal manusia purba, tapi malas untuk sekadar memikirkan cinta. Biologi hanya berpikir tentang feromon, tapi cinta tetap saja cinta. Konsep yang absurd. Dan absurd berarti tak masuk akal. Siapa yang mau memasukan cinta ke akal jika sejak awal cinta sendiri sudah menjelaskan bahwa ia tak masuk akal?

          Saat aku bertanya-tanya mengapa mencintaimu sedemikian melelahkan, aku justru dibawa ke ranah pertanyaan yang menyusulnya, “Siapa yang suruh aku mencintaimu?” tidak ada. Lantas, mengapa aku mengeluh? Kepada siapa juga aku mengeluh? Tidak pada siapapun. Karena aku tahu bahwa itu hanya ucapan kosong dariku yang mulai capek bertepuk sebelah tangan. Mencintaimu bukanlah suatu usaha. Ia adalah suatu kenyataan apa boleh buat yang aku terima dengan tangan terbuka dan tanpa bertanya-tanya. Seperti orang miskin yang tiba-tiba kaya. Seperti seorang copet yang tahu dia akan segera ditangkap tapi tetap saja merogoh saku polisi. Mencintaimu akan membawaku pada seperti-seperti lainnya. Mungkin, inilah mengapa cinta jadi melelahkan. Karena aku banyak berpikir saat yang seharusnya kulakukan hanyalah merasakannya.

            Laut dan langit adalah sesuatu yang tak akan bisa dikuasai manusia. Negara-negara barangkali merebutkan teritorial lautan, mencoba mengakuinya, tapi tetap saja tak akan ada yang benar-benar memilikinya. Mana mau alam yang luas ini dikuasai oleh kerdil-kerdil bajingan yang menyerahkan hidupnya pada uang? Alam memahami benar apa yang dipahami benar. Seperti cinta memahami benar aku yang tak memahami apa-apa.

                Aku jadi ingin mengajak cinta berbincang sambil minum kopi. Dan aku akan membicarakanmu, berdua saja bersama cinta. Aku tak akan mengibaratkanmu menjadi langit, laut, senja, burung, angsa, bunga, kopi, air putih, air jeruk, air kelapa maupun yang lainnya. Aku akan membicarakanmu sebagai kamu, sosok manusia berkelamin lelaki, punya tulang yang keras, rahang yang tidak terlalu tegas, dan punya hidung mancung. Aku akan membicarakanmu bersama cinta tentang apa saja yang bisa kami berduaa bicarakan.    


            Atau, kalau kau tak ingin diomongi di belakang, bergabunglah saja. Jadi tak hanya kami berdua. Kini ada aku, kau, dan cinta. Barangkali kita bisa jadi teman baik.

Komentar

What's most