Cinta Terlalu Sulit untuk Menerima Kehilangan [4] - Setahun Kematian Tasha

Baca surat pertama untuk Tasha di sini

            Kepada Tasha,

tumblr.com


            Hari ini, tepat setahun setelah kepergianmu. Pagi ini, aku duduk di makammu, dengan pusara yang bertuliskan nama Natasha Variza. Aku membawa rangkaian bunga mawar merah yang begitu kausuka. Sudah kutanamkan di otak sejak pagi, bahwa aku ke sini untuk mengunjungimu; seperti biasa. Anggap saja bahwa kunjunganku kali ini seperti apel tiap malam minggu yang biasa kulakukan. Aku mencoba memberanikan diri, Tas, karena aku sudah terlalu merindukanmu sampai rasanya menyakitkan. Ayahmu yang meyakinkanku berkali-kali bahwa kaumungkin juga merindukanku dan aku harus mengunjungimu. Beliau yang menegaskan padaku bahwa kamu membutuhkan doaku juga seperti aku membutuhkanmu. Beliau adalah sosok yang hebat, Tas, kau beruntung memilikinya. Begitupun kami. Meski aku yakin beliau juga sangat kehilangan kau, dia mampu menguatkan kami semua untuk melepaskanmu ‘jalan-jalan ke surga’, istilahnya.

            Jadi, begitulah akhirnya aku mampu menguatkan diriku untuk mengunjungi tempat ini, untuk pertama kalinya setelah kamu pergi. Aku menatap gundukan itu dan dadaku bergemuruh dahsyat. Tolong, Tas, beri aku kekuatan berlebihmu dulu saat harus menghabiskan berbotol-botol obat, menjalani berhari-hari kemoterapi, berkali-kali operasi, dan kau masih mampu menularkan senyumanmu. Beri aku yang begitu sedikit saja, Tas, please. Karena, dengan melihat makammu saja, rasa sakit dan ketidakrelaanku memuncak lagi. Bahwa untuk benar-benar melepaskanmu ternyata aku tidak pernah serela itu. Lihat, belum apa-apa, aku sudah mau menangis lagi.

            Tasha, Aga-mu tak lagi setangguh dulu. Dia tak lebih dari seorang pria dengan jiwa bocah di dalamnya. Maaf, Tas, tapi menurutku, tidak masalah jika aku cengeng begini. Toh, tak ada lagi seseorang yang harus kulindungi. Aku hanya perlu hidup normal—seperti kebanyakan orang—dan aku akan baik-baik saja sampai tiba waktunya kita kembali bertemu. Aku hanya perlu melakukan apa yang semesta perintahkan. Begitu, bukan, Tas?

            Jadi, Tasha, aku sudah di sini. Kata ayahmu, kamu juga rindu. Tapi, rinduku sama sekali tidak terobati. Bagaimana denganmu, Tas?

            Sudah setahun lamanya, Tas, dan banyak sekali yang kaulewatkan. Ulang tahunmu, ulang tahunku,  ramadhan, lebaran, dan banyak hal. Bisa kaubayangkan selama itu aku hidup tanpamu dan bagaimana aku menjalaninya. Hampir persis seperti mati meski aku tak tahu benar rasanya. Tapi, aku bisa merasakan saat seluruh organ-organku berhenti bekerja dan hanya jantungku yang terus bersatu. Aku bisa merasakan yang satu itu.

            Tasha, aku rindu sekali. Setahun kita tidak bertemu, dan setahun itu pula otakku habis memikirkanmu. Sosokmu yang begitu nyata kuciptakan dalam imajinasi selalu raib begitu saja saat aku membuka mata. Tasha, bagaimana aku harus ikhlas melepaskanmu jika berdiri tanpamu saja selalu sulit?

            Maaf, Tas, air mataku barusan menetes satu. Meski aku buru-buru menghapusnya, ternyata aku kalah cepat dengan air mata yang diteteskan mataku satunya. Maaf, Tas, jika aku akhirnya membuatmu malu karena aku meraung-raung di depan makammu. Kamu tidak akan mengerti betapa sakitnya, Tas. Perih dan menusuk sekali. Bahkan bayang-bayangpun terasa lebih nyata daripada kehadiranmu. Maaf, Tas, aku tidak menyalahkanmu, tapi rasanya sakit sekali. Aku berani bertaruh bahwa aku lebih memilih mati daripada terus merasakan ini lebih lama lagi.

            Maaf, Tasha, aku sudah merusak segalanya. Baru seminggu lalu ulang tahunmu, dan suasana lebaran masih terasa saat itu. Tapi, aku tak ada satupun yang bisa kurayakan bersamamu. Ini bukan sekadar patah hati, bukan sekadar kekecewaan karena semuanya kulalui tanpamu. Tapi, kesepian itu tak dapat kutolerir lagi.

            Tasha, jika kamu di surga sekarang, tolong mintakan pada Tuhan. Buat seorang manusia bernama Aga agar ikhlas melepaskan kepergianmu. Bilang pada Tuhan, manusia itu adalah satu-satunya yang masih tidak bisa merelakanmu pergi. Tolong, Tasha, mintakan pada Tuhan biar aku bisa rela melepaskanmu.


            Tolong ....

Komentar

What's most