Bukan Dongeng
google.com |
Aku
masih belum bisa melupakanmu. Bahkan setelah begitu banyak hari yang kita
lewati dan kamu sudah melupakanku tanpa usaha lebih. Semua ingatan tentang kita
masih terasa nyata membuatku serta merta mengira bahwa secepatnya, kau dan aku
akan kembali seperti semula. Ad,
banyak hal yang kaukatakan dan aku menyebutnya sebagai harapan. Sesuatu yang
begitu kupercayai bahwa dongeng manis karya kita bukan lagi sekadar kita.
Sampai
kepergianmu mengubah segalanya.
Lelah,
katamu. Kamu bilang bahwa tak ada lagi yang layak kita perjuangkan.
Ucapan-ucapan yang kini tak lagi terdengar seindah dulu. Kamu bilang bahwa kita
hanya jalan di tempat, tidak beranjak secentipun, dan bahwa aku hanya
menjadikanmu persinggahan sebelum aku melanjutkan perjalanan. Entah kamu yang tidak
peka atau aku yang kurang menjelaskan dengan gamblang bahwa saat ini, Ad, kamu sudah jadi tujuan. Sampai pada akhirnya, frasa ‘selamat tinggal’
yang tegas kaukatakan itu membuatku yakin bahwa satu-satunya yang penting di
sini adalah perasaanmu. Bukan aku, apalagi kita.
Aku
tidak pernah menyalahkan kepergianmu, Ad,
hanya saja ... semua tidak mudah buatku. Belum begitu lama dan aku baru saja
ingin menikmati segalanya. Bahagia ini, racun yang kunikmati candunya.
Keterlambatanku jatuh cinta, ketidak pekaanku, keegoisanku, dan semuanya. Aku
tahu bahwa aku juga ikut menjadi penyebab perpisahan ini. Tapi, aku selalu
mengingat janjimu dan mimpi-mimpi kita. Hampir sama menyedihkannya dengan
kanvas yang lupa dilukis dan cerita yang tidak tertulis.
Pias.
Aku menatap punggungmu yang serupa bayang-bayang. Aku rela jadi warna hitam
agar lukisanmu berwarna. Tak apa tak dominan, asal kau menyadari keberadaanku.
Sebab buatku, kau adalah puisi paling jujur. Tertulis tanpa majas dan akan
selalu kubaca dengan intonasi lembut. Maaf, Ad,
jika bagimu keinginanku terlalu berlebih. Tapi, tepat sedetik setelah
kepergianmu, detik itu juga terplokamir pengakuan bahwa aku mencintaimu.
Ternyata,
kita bukan dongeng. Kita hanya mitos yang terlalu kupercayai. Kita ... tidak
pernah nyata.
Komentar
Posting Komentar