Hilang
Sejujurnya,
aku rindu saat kita melintasi batas kota tanpa mengkhawatirkan apa-apa.
Menembus keramaian, bernyanyi, melupakan segalanya. Seolah waktu berhenti hanya
untuk kita berdua. Angin yang berhembus ikut tertawa; mungkin karena nada kita
berantakan, salah lirik lagu, atau suara kita yang kacau. Setidaknya, walau
semua tampak tidak wajar, aku menikmatinya. Aku bahagia dengan semua itu.
Saat
ini, saat semua sudah tidak sama lagi, aku seperti kehilangan cara untuk
bahagia. Semua yang kaupunya, semua yang awalnya kukira akan menjadi milikku
juga selamanya. Aku tidak tahu apa aku yang terlalu egois karena tidak mau
kehilangan kamu, atau kamu yang terlalu menutup diri. Semua teka-teki seolah
memiliki banyak jawaban dan aku tidak tahu sedikitpun clue untuk memecahkannya.
Ketahuilah,
aku tidak pernah sekalut ini sebelumnya. Perutku kosong sejak pagi, dan
tangisku membuat seluruh tubuhku dehidrasi. Aku kehilangan kamu dan rasanya
seperti Tuhan akan membunuhku pelan-pelan dengan cara yang begitu mematikan.
Hilang.
Hilang. Kosong.
Kepergianmu
membawaku berjalan jauh tanpa arah. Seperti kehilangan tuju yang dulu kurangkai
indah bersamamu.
Aku
begitu takut dengan kehilangan itu dan ternyata aku masih belum mampu membatasi perasaan hingga akhirnya semua berakhir seperti ini.
Kenapa
kamu pergi dan Tuhan tidak memberiku firasat apa-apa?
Komentar
Posting Komentar