Tolong Jangan Pergi


Untuk Adikku, yang kuajak berlari terlalu jauh.

Ketika kamu memutuskan untuk pergi, aku tak lagi mengerti apa yang bisa kulakukan untuk mencegahmu agar tetap di sini. Seharian ini, setelah semalam kekasihku yang temperamen itu memaki-makimu dengan kata-kata yang tak pantas diucapkan wanita, kamu tak bisa kuhubungi sama sekali. Panggilanku kauabaikan, dan chat yang kukirim semuanya pending. Hari ini, aku merokok dua belas batang sehari. Jumlah yang fantastis mengingat kemarin-kemarin aku berusaha meredam keinginan untuk merokok demi kamu. Sambil merokok, aku sibuk melukis di atas kanvas. Aku tak membuat graffiti, karena jika aku membuatnya, aku akan semakin mengingat kamu. Bagaimana kamu yang sering menemaniku begadang menggambar. Lewat sambungan telepon, suaramu yang lembut dan keceriaanmu yang menggemaskan membuatku semakin bersemangat melanjutkan gambaranku. Mengingat itu membuatku merasa sakit. Aku tak tahu bagaimana harus menebus semua rasa bersalahku karena telah membawamu berlari terlalu jauh, pada suatu hubungan yang seharusnya tak lebih dari dua orang ini; selain maaf. Maaf karena telah menyakitimu, maaf karena telah membawamu dalam duniaku yang terlalu keras untukmu.

Dik, aku menyesal telah membuatmu terluka. Aku menyesal telah membuatmu jatuh cinta dan kemudian merasakan sakit karenanya. Sungguh, jika aku boleh menyelahkan sesuatu, aku ingin menyalahkan waktu yang terlambat mempertemukanku denganmu. Aku benci karena ia mempertemukanku denganmu saat aku sudah berdua, tapi ia ciptakan cinta bersamanya. Ketika bertemu denganmu dan kita bisa jadi sedekat ini, aku kembali merasakan getar-getar aneh karena jatuh cinta. Perasaan yang berbeda, tak seperti yang kurasakan dengan kekasihku dulu. Perasaan yang membuatku tak ingin kehilangan kamu, dan dengan bejatnya menjadikan kamu simpananku.

Dik, aku minta maaf karena kekasihku telah memakimu tanpa berpikir. Maafkan semua sebutan jalang, perebut kekasih orang, dan hewan kebun binatangnya. Aku yakin kamu bisa mengerti dia, walau aku tahu rasa sakitmu tentu membuatmu terjebak dalam suatu rasa yang ambigu. Jangan salahkan dirimu, semua karena keegoisanku. Aku egois karena membuat dua orang wanita yang tak tahu apa-apa untuk terlibat dalam kebodohanku. Aku egois karena membawa gadis sepolos kamu dalam duniaku yang terlalu keras. Aku egois karena membuat kamu merasakan sakit hati yang begitu hebat lagi padahal dulu aku pernah berjanji untuk tidak menyakiti kamu. Aku egois karena membiarkan kekasihku itu memakimu dengan kata-kata yang tak pantas padahal dia tak tahu apa-apa.

Kalau boleh jujur sekali lagi, aku sudah sangat muak dengannya--kekasihku- seperti yang sering kukatakan padamu. Aku muak dengan sikap manjanya, muak dengan pertengkaran kami, muak dengan ketidak pengertiannya terhadap hobi dan kesenanganku. Dia berbeda jauh darimu, dia sangat manja, padahal umurnya jauh lebih dewasa. Terlalu banyak drama, tak seperti kamu yang selalu jujur terus terang. Dia terlalu banyak menuntutku untuk bisa peka dan mengerti dia tanpa memikirkan perasaanku. Padahal, aku juga butuh dia perlakukan seperti itu. Lelaki juga punya perasaan, dan ia juga butuh dibahagiaakan. Dan aku menemukan kebahagiaan itu saat bersamamu. Saat aku sedang sangat benci dengan sikapnya yang seperti itu, kamu datang membawa perhatian yang aku butuhkan. Tak banyak menuntut diberi kabar, tak meminta dibahagiakan. Kamu tahu, Dik? Kesederhanaanmu itu yang membuatku sangat tidak ingin kehilangan kamu. Aku mabuk oleh obsesi itu dan pada akhirnya malah menyakitimu dengan membiarkanmu terlibat dalam suatu kisah yang seharusnya tak pernah ada.

Jika kamu mau bertanya bagaimana perasaanku, aku tidak akan ragu untuk berkata bahwa aku sangat mencintaimu. Andai aku bisa memutar waktu dan mengendalikannya, aku akan meminta agar aku bisa mengenalmu lebih dulu. Dengan begitu, aku bisa mencintaimu lebih dulu, dan memilikimu lebih dulu. Aku akan menolak kenal dengan kekasihku. Aku mencintaimu, Dik, sangat mencintaimu, tapi kita bertemu disaat yang sama sekali tidak tepat. Dan ketika aku sudah mengakhiri hubunganku dengan dia, kamu malah pergi. Memutuskan mengakhiri segalanya sebelum sempat memulainya.

Aku turut menyesali kehadiranku dan kesertaan luka yang terbawa kepadamu. Mungkin mulai hari ini, aku harus membiasakan diri dengan kehidupanku yang hampa seperti sebelum aku bertemu denganmu. Kehadiranmu yang membawa letupan-letupan yang ajaib, walau kutahu aku takkan bisa memilikimu seutuhnya. Sekali lagi maafkan aku, Dik, karena telah mencintaimu dan membawamu berlari terlalu jauh, lalu di tengah jalan aku harus membiarkanmu berjalan sendirian.

Aku mencintaimu, Dik, dan jika boleh berharap, aku ingin supaya kamu tetap di sini. Tidak pergi meninggalkanku yang kosong karena kehilangan kamu.

Dari Mas-mu,
yang masih sangat,
mencintaimu.

Komentar

What's most