LAKON : Peran Serta Masyarakat dan Penyelenggaraan Pelayanan Publik dalam Menghadapi Pandemi*
(Ayu Putri Sekarfajarwati - 11000118120024)
2020 berubah jadi mimpi buruk kala tiba-tiba dunia
dinyatakan menderita wabah virus dengan tingkat penularan yang sangat cepat
dengan angka kematian yang relatif tinggi dimulai dari Wuhan, China. Beberapa
negara cukup tanggap untuk menutup akses ke negara lain maupun mengarantina
wilayah mereka masing-masing, namun beberapa negara bersikap jumawa dan pada
akhirnya berakibat buruk bagi diri mereka sendiri. Saat Wuhan sudah mulai
sembuh, negara-negara tersebut meradang. Barangkali Indonesia menjadi salah
satunya.
Masyarakat bergantung penuh pada negara. Hal ini
memungkinkan adanya pergeseran beberapa idealisme negara untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi warga negara mereka, dalam rangka memberikan
perlindungan sebaik-baiknya. Hari-hari di Amerika yang super individualis kini
berubah memerintahkan perusahaan mobil General Motors memproduksi ventilator
untuk rumah sakit. Di Perancis, orang-orang dilarang lari pagi. Dan
kebijakan-kebijakan lainnya yang menjadi bukti bahwa negara tengah kalang kabut
menghadapi epidemi.
Di Indonesia, ada sikap ambievalen, mungkin tak stabil.
Negara punya wajah yang berbeda-beda dalam kenangan bersama. Ada yang terbentuk
karena trauma penindasan. Ada yang berlanjut karena hikayat, syair dan cerita
ketoprak tentang kekuasaan yang baik. Lebih sering, negara dibayangkan dengan
hasrat ketertiban. Negara menjadi lakon, berbuat peran, dengan tujuan
masing-masing yang pada intinya bermuara pada memberikan ketenangan untuk warga
negara yang tidak mengharapkan apa-apa selain rasa aman.
Bentuk pelayanan itu melebar, baik dari segi obyek maupun
subyek. Dulu, orang-orang hanya mengenal wayang kulit, kemudian wayang golek. Kini, orang-orang justru lebih
akrab dengan pertunjukan wayang orang, dibungkus komedi, dan ditayangkan di
televisi. Orang-orang cenderung menyukai hal-hal berkaitan dengan hiburan,
memberikan rasa aman, dan ketenangan. Mungkin orang-orang berpendapat bahwa
kesehatan fisik penting untuk melawan wabah virus yang tidak terlihat ini, tapi
kesehatan jiwa juga sama pentingnya. Orang-orang cenderung rentan stres,
tendensi bunuh diri meningkat, lalu virus dan depresi tiba-tiba jadi sama
menyeramkannya. Maka, sekelompok orang mengambil peran untuk menyelamatkan yang
satu ini; jiwa.
Dalam esai berjudul “Mereka dan Lagu” yang ditulis di majalahbasis.com karya Bandung Mawardi,
menyajikan tulisan berbau satire yang berpusat pada video rektor-rektor
perguruan tinggi di seluruh Indonesia menyanyikan lagu “Rumah Kita”. Dibuka
dengan penjabaran konser amal Andrea Bochelli, lalu menyambung ke konser-konser
amal seniman-seniman di tanah air seperti Didi Kempot, Rhoma Irama, dan konser
yang diselenggarakan Najwa Shihab dengan turut mengundang musisi-musisi
kenamaan. Kata Najwa, “untuk menguatkan sekaligus menghibur”. Bandung Mawardi
menyoroti tentang peran rektor yang—sebagai akademisi dan pendidik—justru tidak
melakukan sebagaimana seharusnya. Saat mahasiswa banyak menuntut kebijakan
mengenai perkuliahan yang dilakukan secara daring, bukannya membuat kebijakan
yang memudahkan mahasiswa, malah membuat video yang kasarnya—tidak perlu.
Mungkin agak berlebihan juga mengatakan video ini tidak
perlu. Asumsikan saja bahwa ini adalah sumbangsih para rektor untuk ikut
memberikan siraman kesehatan bagi jiwa-jiwa yang tidak bisa ke mana-mana karena
corona. Namun, sudut pandang penulis di sini jelas, bahwa suatu penyelenggara
pelayanan publik, harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana peranannya.
Ada istilah bahwa kampus adalah miniatur negara. Dalam
situasi seperti ini, mahasiswa bisa menjadi rakyat yang menagih janji untuk
diberikan kenyamanan dalam melakukan perkuliahan. Mahasiswa mendesak para
rektor tersebut untuk membuat kebijakan-kebijakan yang tepat dalam pemenuhan
kebutuhan mahasiswa untuk melakukan perkuliahan. Dan tentu saja kebijakan yang
diharapkan tersebut bukanlah menyanyi bersama rektor dari perguruan
tinggi-perguruan tinggi lain.
Substansi
dari esai kritik sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai topik studi dari
Hukum Pelayanan Publik, karena esai tersebut mengambil
subyek para rektor dan obyeknya adalah mereka yang saling
bernyanyi bersama dan memiliki tendensi tidak menjalankan peran mereka
sebagaimana seharusnya. Rektor, sebagai perwujudan dari perguruan tinggi
dalam pengambilan kebijakan, seharusnya bisa memberikan pelayanan yang terbaik
untuk para mahasiswanya. Ketika mahasiwa mengeluhkan mengenai
kesulitan-kesulitan mereka dalam pelaksanaan kuliah secara daring, rektor
sebagai penyelenggara pelayanan publik seharusnya membuat kebijakan yang
mendukung itu.
Dari penjabaran tersebut, subyek dan obyek yang diambil
dalam esai tersebut termasuk dalam ruang
lingkup serta dapat dikategorikan sebagai topik studi hukum Pelayanan Publik. Menurut
Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 25 tahun 2009 Pelayanan Publik, ruang lingkup
pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta
pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Diatur
lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (2), hal ini meliputi pendidikan, pengajaran,
pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan
hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya
alam, pariwisata, dan sektor lain yang terkait. Institusi pendidikan, atau
perguruan tinggi, merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pelayanan publik.
Rektor sebagai perwakilan dari perguruan tinggi wajib melaksanakan pemenuhan
kebutuhan pelayanan sebagai hak mahasiswa untuk mendapatkan fasilitas
perkuliahan secara daring yang memadai.
Dalam esai tersebut, dijelaskan beberapa seniman
melakukan aksi partisipasi, solidaritas, dan kepedulian kepada sama dengan
tujuan saling menguatkan di tengah wabah Covid-19 ini. Apabila kegiatan
tersebut harus dinilai dari perspektif hukum pelayanan publik, makan
parameternya adalah : - memiliki dasar hukum yang jelas dalam
penyelenggaraannya; - memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok
sasaran yang dilayani; - memiliki tujuan sosial; - dituntut untuk akuntabel
kepada publik; - memiliki konfigurasi indikator kinerja yang perlu kelugasan; -
sering menjadi sasaran isu politik; dan – problem yang dihadapi multi-dimensi.
Dari beberapa aksi solidaritas tersebut, yang
masuk dalam bentuk partisipasi relevan dalam penyelenggara pelayanan publik
berdasarkan parameter di atas adalah konser #DirumahAja Musisi Indonesia pada
25 – 28 Maret 2020 yang diselenggarakan oleh Najwa Shihab melalui kanal
YouTube Narasi TV. Konser yang dinilai sebagai simpul solidaritas dalam rangka
donasi ini memenuhi beberapa parameter. Hal ini karena sosok Najwa merupakan
perwujudan pers Indonesia, menyemggarakan kegiatan yang memiliki
kepentingan yang luas dan bertujuan sosial yaitu masyarakat korban terdampak
Covid-19 untuk dilayani. Selain itu, Najwa merupakan salah satu insan pers,
yang mana publik selalu memberikan atensi lebih, secara tidak langsung kegiatan
tersebut dituntur untuk akuntabel kepada publik. Najwa juga memandu acara variety show di televisi yang sering
mengangkat isu-isu politik—yang mana ini berarti, kegiatan lain yang
dilaksanakan Najwa, bisa terdampak menjadi sasaran isu politik.
Menghadapi
wabah ini, sebetulnya, semua orang bisa turut serta mengambil peran. Dalam hal
ini, partisipasi publik juga berpengaruh secara signifikan untuk menangani
wabah. Partisipasi ini bisa dilakukan
dari berbagai macam bentuk yang konkret, relevan, dan profesional menurut
perspektif dan parameter hukum Pelayanan Publik. Sehingga masyarakat tidak
semata-mata bergantung pada negara. Pandemi
Covid-19 di Indonesia memiliki dampak multi sektor, dari kesehatan, pendidikan,
sosial, ekonomi, hingga aktivitas beribadah di masyarakat. Dampak pada
sektor-sektor tersebut kian hari mulai dirasakan masyarakat. Ini tersebab
menyangkut persoalan kesejahteraan sosial masyarakat.
Kesejahteraan sosial masyarakat di sini berkaitan dengan kesehatan,
kondisi ekonomi domestik rumah tangga, rasa aman-nyaman, serta kualitas hidup
yang baik. Sehingga masyarakat yang sedang dihadapkan pada pandemi Covid-19
dapat tetap memenuhi kebutuhan dasarnya dan menjalankan fungsi sosialnya. Oleh
karena itu, di tengah-tengah upaya pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan
publik, masyarakat sebagai obyek pelayanan harus aktif berpartisipasi.
"Negara adalah
mesin yang rumit, yang tak dapat kita susun ataupun jalankan tanpa mengenal
seluruh bagiannya. Kita tak bisa menekan atau mengendurkan yang satu tanpa
mengganggu yang lain ..." (Pembisik, Goenawan Mohammad dalam Catatan Pinggir)
Masyarakat
harus dilibatkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sejak tahap perencanaan
untuk mengetahui tentang jenis pelayanan yang dibutuhkan. Metode pelayanan yang terbaik,
mekanisme pemantauan maupun evaluasi dalam pelayanan, sehingga tanggung jawab
dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bukan hanya di pihak penyedia
layanan, tetapi masyarakat ikut bertanggung jawab. Berbagai temuan selama ini
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik akan meningkat sejalan dengan peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan[1].
Dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 diatur secara jelas bahwa hak
dari masyarakat sebagai pelanggan meliputi : memberitahukan kepada pimpinan
maupun pelaksana pada unit penyelenggara pelayanan untuk memperbaiki pelayanan
apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan,
mengadukan penyelenggara atau pelaksana pelayanan manakala terjadi penyimpangan
terhadap standar pelayanan, dan mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan harapan dan tujuan pelayanan. Keterlibatan
warga dalam penyelenggaraan pelayanan publik berpeluang menjamin proses
pelayanan publik menjadi akuntabel dan mampu memenuhi aspirasi pelayanan
masyarakat[2].
Bentuk partisipasi ini bisa beraneka ragam, di Twitter, orang-orang mencuitkan
keluhan mereka mengenai berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Salah satu kebijakan yang masif dilakukan oleh warganet
Twitter adalah ketika Presiden Jokowi belum melakukan pelarangan mudik lebaran
tahun ini. Warganet Twitter banyak beranggapan bahwa dalam menekan penyebaran
virus ini, hal paling fundamental adalah physical
distancing. Apabila mudik lebaran tetap diperbolehkan, maka mobilitas massa
akan membludak, tidak bisa dideteksi dengan mudah siapa orang yang telah
terinfeksi virus, dan ini menyebabkan penyebaran virus akan semakin meluas. Physical distancing pun hampir tidak
mungkin dilaksanakan apabila masyarakat tetap bersikeras untuk mudik. Saat itu,
warga Twitter mendesak Presiden Jokowi untuk melakukan pelarangan mudik.
Memberikan reply di cuitan Presiden
Jokowi, beramai-ramai menggunakan tagar, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan
bentuk partisipasi publik yang konkret dan relevan terhadap kebijakan
pemerintah yang dinilai kurang sesuai dengan harapan masyarakat. Selain itu,
ini menjadi bukti bahwa ada atensi yang diberikan kepada negara, yang mana
membuktikan adanya pengawasan akan pergerakan pemerintah di situ.
Dari segi
profesional, penulis-penulis di media online juga banyak membuat tulisan untuk
kebijakan-kebijakan pemerintah terkait Covid-19 ini. Pengawasan pers bahkan menjadi alat perbaikan penyelenggaraan
pemerintahan yang dinilai lemah. Pers mengambil peran penting menjadi penggiring opini
publik dalam menghadapi kebijakan-kebijakan pemerintah. Salah satu fungsi
pemerintahan berakar dalam hubungan komunikatif antara warga masyarakat dan
para pengambil kebijakan, dan forum-forum pemuka masyarakat.
Partisipasi publik yang paling penting dalam wabah ini adalah, selain
mengawasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, namun juga menjalankan
kebijakan yang sudah sesuai. Seperti beraktivitas di dalam rumah, tidak
berkerumun, physical distancing, rajin
mencuci tangan, dan menjaga kebersihan. Apabila anjuran-anjuran tersebut
dilaksanakan dengan baik, maka wabah ini dapat ditekan penyebarannya.
Setiap kelompok masyarakat memiliki misi tersendiri untuk
kemanusiaan atau berpartisipasi dalam menghadapi wabah ini. Oleh karena itu,
masing-masing pasti mengambil peran yang berbeda. Apabila para seniman tersebut
melakukan konser amal dalam melaksanakan peran seebagai seniman sekaligus
berdonasi dan warganet Twitter memberikan opini-opini mereka untuk mengkritisi
kebijakan negara, mahasiswa juga bisa melakukan banyak hal sebagai sumbangsih
nyata untuk turut serta menyelesaikan masalah ini. Covid-19 membawa dampak yang
sedemikian hebat untuk sebagian dari kita yang menggantungkan hidupnya pada
udara. Semua orang terisoasi. Kita semua dengan akses yang mudah ke segala
penjuru informasi barangkali mengerti bahwa kunci penyebaran Covid-19 ini
adalah pencegahan semaksimal mungkin dengan berbagai upaya menjaga kebersihan.
Tapi, tidak semua orang seberuntung kita. Beberapa orang di jalanan hanya
memiliki dua pilihan : mati karena virus atau mati kelaparan. Oleh karena itu,
ketika kemarin saya berkesempatan untuk mengikuti kegiatan volunteer membagikan masker untuk pekerja-pekerja yang tidak bisa
mengerjakan profesi mereka di rumah, saya tidak berpikir panjang untuk
memutuskan melakukannya.
Dokumentasi pribadi |
Dalam kegiatan tersebut, saya dan tim kecil yang terdiri
dari empat orang membagikan masker kepada tukang becak, penjual lauk, tukang
sapu jalanan, dan pekerja lainnya sekaligus memberikan edukasi kepada mereka
mengenai standar pencegahan penyebaran Covid-19 berikut informasi mengenai
jumlah pasien positif, seberapa bahayanya virus ini, cara mencuci tangan, juga
cara menggunakan masker yang baik. Kegiatan tersebut di inisiasi oleh
organisasi Anak Moeda Batang, yang
mana saya menjadi perwakilan dari IMADIBA (Ikatan Mahasiswa Diponegoro Batang)
untuk turut serta menjadi relawan.
Bantuan memberikan masker ini barangkali sangat kecil
dibandingkan para seniman yang menggalang dana hingga mencapai jumlah miliaran.
Namun, menurut saya, sumbangsih intelektual adalah hal yang sama pentingnya.
Berbentuk ilmu, informasi, yang disampaikan kepada semua orang, sehingga semua
orang bisa waspada. Bantuan ini bisa menjadi kebaikan yang berjalan terus, maju
ke depan, mengalir, dan berbalik kembali.
[2] Agus Dwiyanto. 2003. ”Peran Masyarakat dalam Reformasi Pelayanan
Publik”. Jurnal Forum Inovasi, Vol. 8: September-November 2003.
*Tulisan ini diunggah dalam rangka memenuhi Tugas Pasca UTS untuk Mata Kuliah Hukum Pelayanan Publik kelas G dengan kode Tugas 05042020 (Fakultas Hukum - Universitas Diponegoro)
deposit bos sudah kita proses ya bos.
BalasHapussilahkan di cek kembali bos.
terima kasih bos.
jangan lupa ajak teman2nya main disini juga ya bosku :)