Beginilah Cara Cinta Bekerja : I Miss You

We are all wondering the earth, alone, longing to be longed for. –Wiliam C. Hannan

Dia memulai sentuhannya di wajahku. Manik mata hitamnya yang tajam dan mengintimidasi, menatapku. Aku tersenyum dan menyambut tatapannya dengan ciuman yang kujatuhkan bertubi-tubi di bibirnya. Tanpa aba-aba dia membalasku. Ciuman kami berlangsung panas sampai aku sesak napas.

            “I miss you.” Katanya saat ia melepaskan pagutanku. Aku tertawa, menciumnya lagi.

       I miss you, too.” Balasku di sela engah napas setelah ia melepaskan ciumannya. Tak memberi jeda, ia menciumku.

            Dia tak lagi menciumku, melainkan memelukku erat. Kamar hotel yang sengaja kami sewa untuk semalam ini menguarkan aroma perasaan. Feromonnya tertangkap veromonasalorganku dengan baik.

            “I miss you more.”

            “I miss you much more.”

          Beginilah cara cinta kami bekerja. Dengan serangan rindu bertubi-tubi, dengan pertemuan yang sesingkat senja. Seperti kepulan asap kopi panas dan yang kubaui hanya aromanya bahkan ketika ia lepas. Jarak yang terlampau jauh membuat kami bukan hanya tak mampu merengkuh, kami bahkan hanya bisa berkata I miss you ribuan kali saat bertemu.

        Dia mengunciku dengan kedua lengannya di tembok dan menciumku lagi. Hasrat yang sudah memenuhiku membuat naluriku membalas ciumannya segera. Bibirnya yang tipis terasa manis dalam lidahku. Aku mencintai pria ini. Pria yang bibirnya selembut stroberi, tapi juga mematikan. Aku mencintai pria yang jaraknya jauh dariku ini. Pria yang membuatku belajar mengerti tentang hubungan jarak jauh dan rindu yang menyertainya bahwa hal itu bukanlah untuk ditangisi.

        Aku sangat mencintainya— dia menghentikan ciumannya tiba-tiba. Tepat saat dering ponselku dan ponselnya berhenti bersamaan. Dia melepaskan pelukannya dan berkata, “Shit. Bentar, ya.”

             Aku juga buru-buru mengangkat ponselku sebelum ia mengusaikan panggilannya.
      
      “Halo, Mas? Iya, Mas. Nanti aku kabarin lagi, ya. Sampai nanti.”

         Sementara aku juga bisa mendengarnya berbisik-bisik, “Iya, aku sibuk banget. Dia bisa kamu urus sendiri, ‘kan? I’ll be back very soon.”

       Setelah itu ia mematikan ponselnya dan aku mematikan ponselku sebelum kami melepaskan pakaian kami satu persatu. Siap menuntaskan rindu.

          Beginilah cara cinta kami bekerja. Dengan serangan rindu bertubi-tubi, dengan pertemuan yang sesingkat senja, juga serangan panggilan yang menganggu dari suamiku dan istrinya.

            Beginilah cara cinta kami bekerja.

Komentar

What's most