Seseorang yang Mirip Denganmu
Ini bukan tentang cinta pada pandangan pertama.
Melainkan sebuah cerita perihal pertemuan kedua,
pertemuan ketiga, yang entah sampai pandangan ke berapa hingga kemudian
membawaku pada sebuah rasa. Rasa apa? Ah, bahkan aku sendiri pun masih ragu
untuk mengungkapkannya.
Dia pria biasa dan benar-benar sederhana. Tak ada yang
spesial pada dirinya sampai layak untuk digilai oleh banyak wanita. Tapi,
sungguh, dari kesederhanaan itulah muncul suatu hal yang berebeda, yang mungkin
tak akan lagi kutemukan pada diri pria
manapun.
Oh, ya. Dia mirip kamu. Pembawaannya, caranya berbicara,
caranya melucu, semua nyaris persis sepertimu. Aku bahkan sering berdebar saat
berada di dekatnya karena aku merasa seperti menemukan dirimu pada tubuh baru.
Tapi, mungkin dia lebih istimewa. Karena dia lebih menghargai setiap usahaku,
menertawakan tingkah cerobohku, dan dia tersenyum melihat apa yang biasanya tak
bisa menarik perhatianmu. Dia benar-benar luar biasa.
Perkenalan kamipun tak bisa dikatakan keren. Aku tahu
namanya, dia tahu namaku, dan kemudian semua berjalan sesederhana itu. Kami
berbicara seperti teman lama, kami beradu argumen seperti sering sharing sebelumnya. Lihat, dia semakin
mirip dirimu. Tapi, dia bukan kamu.
Cinta? Ah, bukan. Aku dan dia hanya sebatas teman. Sudah
ada orang lain yang mengisi hatinya, dan aku selalu turut bahagia atas yang
satu itu. Kekasihnya merupakan salah seorang temanku, dan aku tak punya alasan
untuk menyalahkannya seperti aku-yang-dengan-bodoh menyalahkan kekasihmu—dulu.
Hidupku sangat baik-baik saja sekarang. Bahkan, tak ada
sela dalam waktuku barang sejengkal aja; untuk memikirkanmu. Semua berjalan
sempurna dan aku sangat menikmatinya, bahkan nyaris terlena pada kehidupanku
yang sekarang.
Iya, aku tahu aku sedang takabur sekarang. Tapi, tak ada
yang salah, ‘kan? Aku sombong atas kemenanganku pada diri sendiri setelah
bangkit dari lukaku karena pernah sangat mencintai kamu. Menulis puluhan kisah
bodoh yang selalu bercerita tentang kamu—yang bahkan aku sendiri tak mengerti
bagaimana akhirnya. Dan, setelah aku memutuskan untuk mengakhiri semua
cerita-cerita tentangmu, aku ingin mengadakan sedikit perayaan. Ya, dengan ini.
Dengan mengabarimu bahwa kini, dunia berotasi dengan jauh lebih menyenangkan
tanpamu. Setiap waktunya berhasil kunikmati.
Benar. Semua keindahan itu terjadi tanpa kehadiranmu.
Kini, kembali lagi pada sosoknya. Dia benar-benar
menyenangkan, kami sering bertukar pikiran mengenai sesuatu yang sebetulnya
tidak begitu penting, tapi menjadi sangat seru jika kita perdebatkan. Dengannya
mungkin tak ada segelas kopi dini hari guna menjadi teman begadang berdua,
tentu saja, aku sedang membatasi diri agar kasus bawa perasaan seperti denganmu
terulang lagi. Tapi, kebersamaan yang sederhana ini justru lebih menyenangkan
bagiku. Kenangan yang kami ukir memang belum ada yang menyamai indahnya masa
lalu bersamamu, tapi dengan hadirnya dia, aku jadi menyadari satu hal sederhana
yang selama ini luput dari perhatianku;
Bahwa kamu, bukan lagi satu-satunya.
Komentar
Posting Komentar