Dari Balik Pintu
“Aku
mencintaimu, Rayya,” bisik Adam pelan dan lembut. Membuat Rayya tersenyum
mendengarnya. Suara Adam yang berat membuat Rayya melambung.
“Aku juga mencintaimu,” balas Rayya
berbisik tak kalah lembut.
Ingatan Rayya melayang. Manisnya bisikan
cinta Adam terhadap dirinya masih benar-benar rapi ia simpan dalam memori.
Rayya masih ingat, dan masih benar-benar ingat bagaimana Adam berkata bahwa
pria itu benar-benar mencintainya.
Dan Rayya menyesal karena sempat
percaya.
Kini, ia hanya bisa berdiri kaku
dari balik pintu kelasnya sambil mati-matian menahan air matanya agar tak
mengalir. Rayya menggigit bibir, dari balik pintu kelasnya, Rayya mencoba
mengabaikan berbagai hal yang mulai menyerangnya dengan rasa sakit.
Di dalam kelas ada Adam. Bersama
Kirana. Tapi bukan itu yang Rayya lihat, atau tepatnya bukan itu yang mau Rayya
lihat. Karena, ketika ia sampai di depan kelas, entah karena sebab apa ia
lantas menajamkan indra pendengarannya.
“Aku mencintaimu, Kirana,”
“Ya, Adam, aku juga,”
Rayya tahu dirinya bukan
satu-satunya, tapi entah mengapa Rayya tak bisa menerimanya. Mungkin karena
sebab itu ia tetap berdiri dari balik pintu, mendengarkan Adam dan Kirana yang
sibuk berbagi ungkapan kasih yang membuat goresan luka di hati Rayya. Ia tahu
Adam tak hanya mencintainya, tapi ia menolak percaya.
Mungkin, karena sebab itu ia masih
tetap berdiri dari balik pintu tanpa berbuat apa-apa. Iya, tanpa berbuat
apa-apa selain berdiam diri sambil menikmati rasa sakit yang mulai menjalar ke
seluruh tubuhnya.
You've
made me realise my deepest fear…
By lying and tearing us up…
By lying and tearing us up…
Flash Fiction ini
ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com#TiketBaliGratis
Komentar
Posting Komentar