Yang Takkan Kau Pahami

Kita terjebak dalam suatu hubungan yang entah bernama apa, layak disebut apa, dan berjalan atas dasar apa. Kita; terlalu naif jika disebut kekasih, tapi tak mungkin disebut teman. Sayang, ku tak tahu kaumenganggapku apa, yang jelas ketidakpastian ini mulai menimbulkan perasaan lebih tersendiri, yang mulai terbentuk makin dalam.

Aku tak bisa mencintaimu dengan bebas. Kamu lebih suka kucinta diam-diam, tanpa publikasi umum. Kamu selalu berkata bahwa cinta sepenuhnya soal perasaan, tak perlu ada jutaan orang yang tahu bahwa aku mencintaimu, dan kamu juga mencintaiku. Eh, apa iya? Nyatanya aku memang sepenuhnya kau sembunyikan, kamu menganggapku seolah tak begitu berarti di hidupmu. Aku tak sebermakna itu di hatimu.

Bukannya aku tak mempermasalahkan pengabaianmu, tapi benarkah kamu tidak sepeka itu? Benarkah kamu tidak mengerti ada seorang gadis yang dengan setia menunggu pengakuanmu?

Kupikir, inilah cinta yang kucari. Kupikir, ini terakhir kalinya aku mencari, menjatuhkan diri, lalu disakiti. Kupikir, kupikir, dan kupikir. Rasanya hanya aku, padahal kita berdua sama-sama jatuh cinta, tapi mengapa hanya aku yang benar-benar merasakan sakit, ketika jatuh itu berlangsung?

Tolong, Sayang. Aku seperti dibakar oleh opini-opini yang memanas. Aku dirajai oleh perasaanku dan 
ketakutan-ketakutanku sendiri. Aku tenggelam dalam luka yang kusayat sendiri. Rasanya aku ingin menangis, tapi air mata ini takkan mungkin kaupahami.

Apa yang bisa kuharapkan dari ketidak pastian?

Kamu sibuk dengan duniamu, tidak membiarkanku untuk sedikit saja mendapatkan posisi dalam bagian kecil pada besarnya duniamu itu. Aku ingin kau selipkan dalam sela-sela doamu, seperti aku menyelipkanmu dalam doa. Aku ingin kamu mencari kabarku, seperti aku mencari kabarmu. Aku ingin kau masukkan daftar orang terpenting di hidupmu, seperti aku yang menjadikanmu terpenting. Aku ingin, dan begitu ingin; kau menjadikan diriku seperti aku menjadikan dirimu. Keinginan yang rasanya begitu mustahil. Begitu... mustahil.

Aku terjebak dalam ketakutan-ketakutanku sendiri, yang takkan sedikitpun kau pahami. Aku takut pada bayanganmu yang seolah kabur, bayangan kabur yang begitu sulit lenyap dari hati dan pikiranku. Bayangan yang tak pernah bisa kuusir pergi. Bayangan yang coba kulenyapkan, tapi justru semakin menguat, mengeratkan rengkuhannya pada hati dan pikiranku; menguasainya. Begitu dalam, sedalam luka yang juga mulai tumbuh, seiring ketidak jelasan ini. Mengapa aku bisa begitu tegar mencintai bayangan, yang kunjung memberiku status kejelasan dan hanya memberiku pengabaian?

Kamu tidak tahu betapa pengabaianmu masih terlihat begitu indah di mataku. Dan sikap kasarmu, masih terasa begitu lembut. Serta ketidakpekaanmu, masih kujadikan mimpi indahku.

Pangeranku, kapan kau kenalkan aku pada ibumu? Kapan kau resmikan statusku, sebagai entah-apa? Kapan kau pamerkan pada teman-temanmu itu, bahwa aku adalah 'kekasihmu'?

Dari seseorang,
yang begitu takut kehilangan,
begitu takut ditinggal pergi,
begitu mencintai,
tapi yang ditakutkan;
tidak mengerti.

Komentar

What's most