Sebelum Aku Sempat Memiliki

Untuk pria pengisi hati, yang sedang kucoba kuusir pergi.

Pertemuan singkat kita tadi begitu membekas. Setelah sekian waktu aku mencoba bertahan berminggu-minggu untuk melepaskanmu, aku baru ingat bahwa rindu yang masih mencoba timbul ini belum benar-benar terhapus.
Terbukti sewaktu sekian menit tadi, aku bisa merasakan aliran waktu melalui detak jantungku yang berdegup tak karuan.
Kupikir, usahaku untuk melepaskanmu akan berhasil, tapi ternyata....
Entah. Aku belum menemukan isyarat jawaban darimu. Seolah-olah kamu hanya bayangan yang kunikmati tapi tak dapat tersentuh. Seolah kamu hanya batu yang hanya bisa kudekati tapi tak bisa kumiliki.
Aku tidak mengerti, kamu mungkin menginginkan kepergianku dari hidupmu, tapi mengapa sorot matamu terasa meragu?

Aku ingat bagaimana kamu meninggalkanku saat sedang cinta-cintanya. Pria yang kenyataannya telah salah kuartikan perhatiannya. Aku tak mengerti bahwa ternyata tujuanmu datang hanyalah untuk sekadar teman. Tapi bagaimana aku bisa mengantisipasi kedekatan kita agar tak membentuk perasaan lebih apapun?

Aku mencintaimu. Pria pertama yang membuatku nyaman dengan keterus teranganmu.

Perkenalan kita yang tanpa sengaja awalnya tak membuatku kesan istimewa dihatiku. Yang ku tahu kamu hanyalah pria pemberani, tulus, dan punya jiwa pemimpin. Pria yang sungguh dapat diidamkan wanita manapun.
Lalu ketika pesanmu mampir dia ruang obrolanku, segalanya mengalir tanpa dapat kukendalikan. Kita membahas segala topik, tak melulu soal cinta. Membuatmu terlihat cerdas dimataku. Pesonamu menjamah dalam tiap sisi diruang hatiku.

Aku tahu kamu sudah menjadi milik orang lain ketika aku sudah terjerumus dalam perasaan yang terlalu dalam tapi aku sama sekali tak menyadarinya. Aku sudah mencoba jaga jarak, tapi manakala aku sudah berhasil menjauh, rindu selalu memaksaku untuk terus berlari kepada kamu. Usaha pergiku gagal. Yang berhasil kulakukan adalah, aku tahu bahwa detik itu hatiku sudah menjadi milikmu.

Sampai kamu pergi dan segalanya kamu bawa. Meninggalkan aku yang sudah kelewat nyaman dengan kehadiranmu. Sosokmu yang tiba-tiba acuh membuat kamu terasa asing di mataku. Kamu bukan lagi kamu yang kukenal. Kita sudah tidak ada lagi. Yang ada hanya aku yang merindukan sosokmu dahulu, dan kamu yang makin menjauh dari kebersamaan kita.

Rindu-rindu tak tahu aturan tiba-tiba saja mengalir tanpa dapat kucegah sama sekali. Butir-butir air mata menjadi teman kesepian dan kedinginanku. Setelah aku nyaman dengan pelukanmu, bagaimana mungkin kamu secepat itu membiarkanku kedinginan sendirian tanpa pelukan lagi?

Untuk pria yang kucoba lupakan kehadirannya.

Seandainya aku tahu segalanya akan seperti ini, aku takkan mencoba sedikitpun untuk mencintaimu. Mencoba merancang waktu untuk dapat bersamamu. Andai. Andai sejak awal aku tahu..

Sayang, sampai seluruh rinduku ini akan meluruh karena tak pernah sampai padamu, butir air mata ini masih menetes karenamu.
Tapi setidaknya, aku sudah mencoba untuk kembali menata hati dan menyusun lagi kebahagiaanku yang sempat tersandera olehmu. Aku akan berusaha mengambil kembali hatiku yang dicuri olehmu. Dan bangkit berjalan lagi untuk melupakanmu.
Biarlah seluruh kenangan kita hanya abadi dalam ingatanku, bukan perasaanku.
Sayang, terima kasih sudah pernah hadir dan membuatku mencintaimu.
Salam, semoga kamu bahagia disana. Sama seperti aku yang sudah dapat membentuk lagi hatiku dan menyiapkannya sisi-sisinya untuk menyambut orang baru.

Biarlah perasaan yang terpendam ini abadi dalam kenangan. Agar kedekatan kita yang pernah terwujud dalam satu waktu, abadi selamanya.

Dari seseorang, yang menulis rindu untuk pria yang pernah menyandera kebahagiaannya.

Komentar

What's most