Semoga, Jatuh yang Kali Ini Bukan Cinta
Akan ada seseorang yang tiba-tiba datang, mengetuk pintu
hatimu, dan kamu akan dengan senang hati membukanya. Tanpa perlu dia meminta,
tanpa perlu dia menunggu lama. Dia tak perlu mengusahakan apapun dan kamu sudah
memberikan segalanya. Dia kemudian menjadi seseorang yang tak bisa kauusir dari
pikiranmu, bahkan terasa tervisualisasi nyata pada langit-langit kamarmu. Kamu
rela mendengarkan dia menceritakan apapun, berkelakar tentang pikirannya
sendiri, dan secara tidak sengaja kamu mencoba untuk mengerti apa yang menjadi
isi otaknya. Tanpa banyak menimpali, tanpa mengeluh sama sekali, kamu akan
duduk setia di sampingnya. Tak berkata apa-apa, hanya terus mendengarkan dia
mengoceh berbagai hal yang entah mengapa selalu terdengar baru jika dia yang
menceritakannya.
Kemudian, dalam hati, kamu mulai akan merasa bersyukur.
Kamu akan merasa beruntung jatuh cinta padanya dan bahagia karena orang itu
dia.
Penjabaran sederhana siklus jatuh cinta.
Tapi, bagaimana jika orang itu adalah seseorang yang
paling tidak boleh kamu cintai? Bagaimana jika perasaan sakral itu menjelma
haram jika ditujukan buat dia?
Bagaimana jika aku jatuh cinta padamu?
Aku tidak bisa menolak perasaan ini sebab kedatanganmu
yang begitu tepat waktu. Saat hatiku patah dan porak poranda, kamu tiba-tiba
saja hadir. Diam saja, tidak mengulurkan tanganmu membantu menata hatiku supaya
utuh lagi. Tapi, kamu membawakan obat merah, bukan plester; sebab kamu ingin
luka itu sembuh benar, bukan hanya rapi tertutupi. Kamu mengajariku cara
menggunakan obat-obatan itu, menata kepingannya sampai ia pulih benar. Aku
terpaku di tempatku menatapmu yang tengah mengarahkanku untuk menutup beberapa
bagian yang terbuka lebar. Dadaku hangat, tapi tepat di bagian tengah, ada yang
retak lagi; ada yang terasa perih lagi. Mengapa orang itu kamu?
Mengapa harus kamu yang datang? Mengapa harus kamu yang
mendesak ingin mendobrak pintu hatiku, di mana ruang itu sudah terbuka lebar di
setiap sisinya buatmu? Mengapa kamu masih menunggu di depan disaat kamu bisa
lewat manapun untuk masuk?
Karena itu kamu, ‘kan?
Kita seharusnya tidak terjebak dalam situasi apapun yang
melibatkan perasaan. Kamu seharusnya tidak perlu melewati pekarangan hatiku dan
melongok ingin tahu apa yang ada di dalamnya. Sebab rumah yang kosong ini punya
kebanyakan nastar tapi ia tidak memiliki tamu. Dan, kamu melihat
bertumpuk-tumpuk toples nastar—makanan yang kausukai. Kamu mengetuk pintu, tapi
karena aku tahu itu kamu aku tidak berani membukanya. Aku hanya membiarkanmu
tetap di luar sambil melemparimu setoples nastar setiap harinya; lewat jendela.
Kamu dengan senang hati menunggu toples itu setiap pagi, memasang senyum lebar,
sebab kamu tahu akan segera menerima nastar.
Jika seandainya bukan kamu, apakah semua masih sama?
Harapan itu, yang semula adalah sesuatu yang kecil, kini
jadi membesar dan semakin jauh. Aku benci pada hatiku sendiri, mengapa ia jatuh
pada sosokmu? Sebab luka lama yang hampir membuatku trauma itu disembuhkan oleh
kehadiranmu, mengapa aku harus jatuh cinta padamu?
Seandainya itu bukan kamu, aku tidak akan repot-repot
mengendalikan debar jantungku yang memburu tiap tatap matamu menuju bola
mataku. Aku tidak perlu melakukan apapun untuk menghalangi tumbuhnya perasaan
ini. Aku akan membiarkannya bebas berkeliaran, berlari untuk mengejar hatimu
dan membiarkan rasa kita bertemu. Andai saja, andai. Andai itu bukan kamu.
Lantas, bagaimana perasaanmu? Apa di hatimu ada sesuatu
yang tumbuh persis sama? Ada debar tak keruan seperti milikku saat kita tak
sengaja bertemu dalam situasi yang melibatkan perasaan? Jika iya, apa kamu juga
berusaha menghentikannya? Sebab aku tak ingin ada sesuatu yang lebih dari ini
jika kita adalah tokoh dari ceritanya. Aku tak menghendaki ada yang tumbuh
semakin jauh dan pada akhirnya menyakiti banyak orang, membunuh banyak harapan.
Cukup, biar kita saja yang tahu bagaimana pedihnya tidak bisa mencinta saat
perasaan itu jelas ada. Biar kita tahu saat rindu begitu menyiksa dan kita
tidak mampu melakukan apa-apa. Biar kita saja yang tahu, biar kita saja yang
merasakannya.
Perasaan ini adalah sesuatu yang kebetulan muncul dan
tidak perlu kita pikirkan dalam-dalam. Jatuh cinta itu merepotkan, makanya kita
harus sesegera mungkin mengusaikannya.
Aku tahu aku telah salah untuk jatuh padamu. Aku, kita,
harus bangun. Cinta kali ini hanya konspirasi semesta untuk menyakiti kita. Aku
dan kamu tahu siapa saja yang akan mati dengan cinta yang tumbuh ini. Aku dan
kamu tahu perasaan siapa yang akan pupus jika kita dengan egois tetap
melanjutkan ini.
Mari bangun. Jatuh yang kali ini tidak baik kita nikmati
terjunnya.
Komentar
Posting Komentar