Masih Tentang Perasaanku Terhadapmu

Aku menikmati rintik hujan yang turun dan derasnya belum berakhir. Suasana tenang menyelimuti kamarku, dan aku jatuh cinta pada kesempurnaan sesederhana ini.

Aku tak akan bercerita tentang pertemuan pertama kita seperti biasanya karena sudah terlalu sering dan siapapun akan bosan mendengarnya. Sudah beragam diksi yang kugunakan untuk memaparkannya tapi intinya tetap sama; pertemuan yang terjalin di antara kita.

Dulu, ketika pertama kali kausebutkan nama dan kita mulai berbagi cerita, aku tak pernah menyangka bahwa kita akan sampai sejauh ini. Ah, maksudnya, aku tak menyangka bahwa perasaanku akan sampai sedalam ini. Sejak cerita pertama yang kaubagi bersamaku, aku tak pernah sibuk menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya, aku terus mendengarkan kamu dengan seksama, tanpa mengeluh dan menyela. Tentu, aku pendengar yang sangat baik bukan? Kau ingin tahu mengapa aku bisa begitu sabar seperti itu? Karena kupikir, hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa ikut dalam duniamu.

Selama ini, bagiku, bisa menjadi penonton dalam drama kehidupanmu saja sudah cukup jadi hal yang menyenangkan. Bisa menikmati guyonan-mu setiap saat, sudah lebih dari cukup bagiku. Aku membiarkan semuanya mengalir begitu saja, realistis, karena aku tahu cinta tak bisa dipaksa. Dan oleh karena itu aku tak pernah memaksa kamu untuk membalas perasaanku.

Begitu pula dengan melupakan. Jika cinta tak bisa dipaksa, begitu pula dengan melupakan. Kamu selalu ada dalam hari-hariku, kamu mengisi kekosongan dalam hidupku, dan kamu ada penghias sudut-sudut otakku karena maka dari itu aku tak pernah bisa melupakanmu, sekeras apapun perjuanganku.

Aku mencintaimu, tentu saja begitu. Dan perasaan yang ada ini sering kali membuatku bertanya-tanya dari mana asalnya dan apa sebabnya. Aku meraba-raba hatiku sendiri, benarkah ini cinta? Benarkah rasa siksa ketika kita berjauhan ini bernama rindu? Aku tidak meyakini itu semua sampai aku menyadari bahwa melihatmu tersenyum adalah kebahagiaan terbesarku.

Antara aku dan kamu, tak pernah terjalin kisah cinta yang manis dan nyata. Bahkan, bisa dikatakan penuh dengan air mata dan luka. Tapi, setidaknya semua itulah yang membuat rasaku lebih berwarna. Darah dari luka seolah menjadi penyedapnya. Aku bahagia, sungguh, bahkan ketika luka ini dalam mencapai puncak rasa sakitnya, aku tetap bisa bahagia mencintaimu.

Jika begitu, tentu saja kita tak pernah terlibat dalam satu cerita bersamamu. Dan senja kita tak pernah sewarna meski hanya abu-abunya saja. Kita berbeda, tak pernah satu. Tapi, aku bersyukur Tuhan mengirim kamu untuk mengisi sela hidupku yang kosong; meski tak selamanya.

Aku tak tahu lagi harus bercerita apa tentangmu karena jika aku harus berkisah penuh, semua kata dalam jutaan bahasa di dunia ini takkan ada yang bisa memenuhinya. Kisah tentangmu dan cerita tentangku terlalu berkesan bagiku, dan karena itu aku hanya mengabadikannya dalam kisah-kisah pendek; tapi istimewa.

Kini semua sudah berlalu, meski aku gagal memperjuangkanmu, aku tak menyesalinya. Aku percaya bahwa kekasihmu lebih sanggup menjagamu dibanding aku. Aku percaya padanya, buktinya kamu bisa sangat mencintainya.

Dari aku,
seorang teman yang mencintaimu,
diam-diam.

Komentar

What's most