Hujan Bag. 2



            Ada satu waktu aku menyadari betapa aku terlalu sibuk berbicara soal cinta tanpa pernah benar-benar mengerti isinya. Seperti saat hujan, seperti saat aku tiba-tiba saja yakin bahwa aku mencintaimu. Dan semua berjalan seperti semestinya.

            Pernahkah kamu merasa kebingungan mengapa hujan membuatmu merasa begitu hangat? Barangkali saat kamu jatuh cinta dan kamu bertukar dingin bersama orang yang kau cintai itu. Barangkali saat dia bilang padamu, “Ayo kita tahan-tahanan main hujan!” sambil menyuruhmu berlari dan kalian menghabiskan sepanjang sore melawan beku. Barangkali juga, saat kita saling menatap dan saling tak mau pulang. Bukan karena hujan, bukan karena takut petir, atau tubuh kita terlalu ringkih untuk melawarn derasnya, tapi karena aku dan kau sama—

            kita mengerti betapa getirnya pulang berdefinisi.

            Kau bukan rumahku. Aku bukan rumahmu. Dan, aku tak heran mengapa kita terus bertanya-tanya, “Kenyamanan ini berasal dari mana?”

            Sebab aku merasakan rasa sakit yang satu itu. Saat aku memelukmu dan sedang meyakinkan diri untuk merasakan hatimu, yang aku rasakan hanya perihnya merebut milik orang lain. Memeluk seseorang yang bukan milikku. Mencintai kekasih orang lain. Dan aku termenung pada keheningan yang panjang,

            “Bagaimana perasaanmu?”

            Kau juga ikut hening seolah mengerti, bahwa apapun yang terjadi kita tidak boleh meneruskan rasa sakit ini. Meski aku mencintaimu hari ini, esok, akhir minggu ini, selama bulan ini, akhir bulan ini, sepanjang tahun ini, dan selamanya.

            Hujan seperti apa yang turun di dadamu?

            Tak ada ketabahan apapun yang diajarkan oleh hujan yang turun di bulan Februari. Sebab ia terjadi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu aku tak akan mencari pembelaan apapun. Aku tak akan mencari romantisme maupun mencari kekuatan dari hujan yang semakin deras di luar sana.

            Pada dingin yang kali ini, aku sendiri. Petir beberapa kali menyambar dan aku ketakutan. Tapi, lebih dari itu, aku merindukanmu. Aku menginginkanmu.


            Aku mencintaimu. Aku tidak ingin kamu pergi.

Komentar

Posting Komentar

What's most