Perasaanku Begini, Perasaanmu Bagaimana?

            Perasaanku begini, bagaimana perasaanmu?

            Aku masih takut menghadapi banyak hal. Salah satunya adalah mendatangi tempat di mana kita pernah hidup di sana. Ada satu waktu aku kebetulan melintasinya dan segalanya jadi emosional. Aku menatap tempat itu lama; segalanya masih begitu sama. Yang mati hanya aku dan semua kenangan itu.

            Aku juga masih tidak berani menyentuh semua barang-barang yang berhubungan denganmu. Bahkan dompetku sendiri yang mana di dalamnya ada potretmu. Semua buku-buku itu, tumpukan puisi, dan tumpukan retak hatiku sendiri yang sengaja kumpulkan. Sebab aku tahu akan butuh waktu bagiku menyembuhkan diri, maka tak kusentuh mereka baik dari jemari maupun jangkauan mata. Ya, Tuan, sampai hari ini aku masih tidak baik-baik saja.

            Barangkali, aku mulai muak pura-pura menghadapi segalanya setelah semua yang terjadi di luar kendali. Saat cintaku diberhentikan paksa, saat perasaanku dihancurkan begitu saja. Ah, Tuan, jangan tertipu dengan semua yang muncul di wajahku. Konyol jika aku benar-benar sebahagia itu—dalam waktu sesebentar ini, setelah segala yang terjadi adalah semua yang tak pernah kukehendaki.

            Perasaanku begini, bagaimana perasaanmu?

            Ya, hari ini aku masih terus menanyakan hal-hal yang seharusnya tak perlu kuingat maupun kuuruk lagi. Aku harusnya hanya perlu membiarkanmu pergi dan bahagia. Tapi, aku masih ingin tahu bagaimana kabarmu. Apakah kau bisa melewati harimu dengan lancar? Apakah makanmu teratur? Apakah kau bisa menyelesaikan segala urusan itu?

            Apakah kau ... baik-baik saja?

            Banyak hal yang masih ingin tahu. Seperti apakah senja itu masih sama di matamu, apakah puisi itu masih berarti, dan ... apakah segala yang pernah kita ciptakan punya tempat di entah hati atau otakmu? Apa pasukan oranye itu? Apa arti dari puisi-puisimu?

            Tuan, aku ingin tahu perasaanmu. Aku sungguh-sungguh ingin tahu. Sebab setelah aku kehilangan segalanya, yang kutemukan hanya kenyataan bahwa aku tak pernah memiliki apapun. Baik hati maupun perasaanmu, aku hanya ... apa, ya? Apa aku di hatimu? Apa aku ... aku ini, apa, ya?

            Kalau kau hanya kepala ... aku ini apa, ya? Sepotong telapak tangan yang terlepas dari lengan? Lantas mematikan manusia dengan menghabiskan darahnya.


            Beritahu aku, Tuan, bagaimana perasaanmu? Mengapa setelah segalanya usai, cinta ini tetap menyiksaku?  

Komentar

What's most