Ketakutan yang Tak Pernah Hilang
Setiap orang memiliki ketakutannya
sendiri. Harry Potter barangkali pernah takut pada Voldemort sebelum
menghadapinya, Ron Weasley pernah takut pada laba-laba sebelum boggart-nya berubah menjadi sosok Harry
dan Hermione, dan Remus Lupin takut bulan purnama, Edward Cullen takut ia
menjadi tak terkendali ketika bersama Swan, Awkarin takut kehilangan followersnya, dan ada jutaan ketakutan
lain yang ada di dunia ini.
Seringkali aku mendapati diriku
terlalu bodoh untuk mempercayai satu hal; bahwa aku takut kembali berhubungan
denganmu—apapun bentuknya. Setelah dua tahun berlalu begitu saja, aku masih
tidak mampu membalas pesanmu, membaca hal berbau dirimu, menonton
pertandinganmu, atau apapun, semua yang mengandung unsur kamu. Tapi, yang
terutama tentu saja betapa aku rela menukar apapun untuk tidak melakukan yang
satu itu; bertemu denganmu.
Kau boleh mengejekku tolol, sinting,
atau apa. Tapi, ketakutan ini beralasan. Karena bahkan empat hari yang lalu aku
telah membuktikannya sendiri. Pertemuan tidak sengaja kita, dan aku menemukan
diriku mual dan pusing-pusing sampai rasanya mau mati. Aku hampir menangis.
Hampir berteriak keras, hampir histeris, karena jantungku rasanya mau meledak
melihatmu berdiri di depanku; begitu nyata. Ingin rasanya menghamburkan diriku
pada pelukanmu, membenamkan kepala pada dadamu, namun yang bisa kulakukan hanya
membisu tanpa melakukan apa-apa. Berdiam seperti orang idiot.
Kau masih setampan dua tahun yang
lalu, hanya tubuhmu menjulang jauh lebih tinggi. Senyummu masih seindah dan
semenangkan dulu, dan genggaman tanganmu ketika bersalaman ... segalanya masih
begitu sama. Dan aku menemukan diriku terjebak dalam nostalgia yang menyedihkan
tentang kita; kau dan aku di masa lalu.
Aku berpikir hidupku baik-baik saja tanpamu,
Kamen Rider. Begitu bodoh dan begitu sombong sampai hari ini aku
bertemu denganmu dan aku mual karena rindu yang telah lama kusimpan sendiri ke
dalam palung terdalam, tiba-tiba saja naik ke permukaan. Begitu banyak dan
begitu menggebu-gebu. Betapa rindu selalu tahu cara menyiksa korbannya. Betapa
cinta yang belum selesai selalu paham cara termudah untuk berharap bisa memulai
kembali.
Kamen Rider, betapa engkau masih
begitu sama—dan kelihatannya akupun begitu. Respon antipasi yang tak kusiapkan,
karena pertemuan kita yang begitu tiba-tiba dan aku terlalu kaget untuk menutup
hatiku; yang terang-terangan kutunjukan sedang kosong. Kau tidak terlalu banyak
menatapku karena aku tahu kaupun sama kagetnya dengan aku. Bertemu dengan gadis
yang pernah jatuh terperosok begitu dalam pada hatimu, gadis bodoh yang pernah
begitu menggilaimu. Atau kegilaan terakhir yang masih bisa ia lakukan, bahwa
perasaannya untukmu masih ada.
Aku ... kehabisan kata-kata untuk
menjelaskan perasaanku, Kamen Rider. Aku masih ingat
bagaimana shock-nya aku bahkan setelah peristiwa itu sudah berlalu selama empat
hari. Aku masih pening dan mualku sedikit banyak masih terasa. Aku benci pada
diriku sendiri. Betapa selama ini aku telah menjadi munafik dengan mengira
bahwa aku sudah melupakanmu, sudah biasa saja; tapi nyatanya aku selama ini
terlalu naif dalam melihat dunia.
Aku mungkin kelihatan sinting, tapi
menyadari bahwa aku masih mencintaimu seperti mengembalikan kewarasanku. Aku
seperti menemukan kembali sebuah nyawa yang hilang. Seperti aku menemukan
hidupku kembali. Seperti, ... rasanya seperti pulang.
Apa yang sekarang harus kulakukan, Kamen?
Semua ini bukan lagi kapasitasku dan aku seperti kehilangan kendali untuk perasaanku
sendiri. Ia pergi menjauh, menyusup melalui jendela, pergi dan mulai
mencari-cari kamu. Rindu ini, hadir lagi dan bertambah setiap hari. Rasa sakit
yang tak bisa kuhentikan. Kenikmatan yang mematikan. Dan semuanya kembali tebal
setelah aku—selama dua tahun ini—mengira bahwa aku sudah berhasil melupakanmu!
Seratus persen!
Dan bahkan hari ini aku baru sadar
bahwa bayanganmu belum beranjak selangkahpun dari lakmus-lakmus otakku. Kau
hanya bersembunyi. Dan kemunculan ragamu merangsang bayangan itu untuk kembali
hidup dan kembali lebih kuat. Yang kini sedang merencanakan strategi untuk
menghancurkanku. Kamen Rider, kisah ini terasa semakin berat untuk kembali
kujalani. Aku sampai pada bagian yang paling menjijikan dalam proses mencintai
tapi rasanya begitu indah dan aku tidak ingin beranjak ke mana-mana. Sesuatu
yang menjijikan ini membuatku kebih jujur, bahwa sememalukan apapun, bahwa
sesinting apapun sesuatu yang kini tengah kurasakan, aku masih begitu
mencintaimu. Dan kejijikan itu bertambah seribu kali lipat karena barusan aku
mengaku pada kalimat sebelumnya.
Haruskah aku mengusirmu pergi, atau
membiarkanmu tetap ada sampai perasaan itu hilang sendiri?
Komentar
Posting Komentar